Studi GFI: Aliran Dana Gelap dari Ekspor - Impor RI Capai Rp 5.700 T

Abdul Azis Said
3 Januari 2022, 14:41
ekspor, impor, perdagangan
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Sejumlah truk pengangkut peti kemas melintas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (16/12/2021). Badan Pusat Statistik menyatakan surplus neraca perdagangan?pada November 2021 sebesar US$ 3,51 miliar

Laporan terbaru yang dirilis Global Financial Integrity (GFI) menunjukkan terdapat dana gelap dari aktivitas ekspor-impor Indonesia sebesar US$ 402,3 miliar sepanjang 2009-2018.

Dengan jumlah tersebut, Indonesia menjadi salah satu dari sepuluh negara berkembang dengan dana gelap ekspor-impor tertinggi sepanjang periode tersebut.

Bila menghitung kurs saat ini yang berada di kisaran Rp 14.200/US$ maka dana gelap sepanjang 2009-2018 mencapai Rp 5.713 triliun.

Dana gelap dalam laporan tersebut disebut sebagai 'trade misinvocing' yakni berupa tindakan pemalsuan nilai ekspor dan impor yang dilaporkan dalam faktur pajak kepada otoritas kepabeanan. Pemalsuan tersebut bisa berupa harga yang sengaja dibuat lebih tinggi atau lebih rendah.

"Pemalsuan ini bertujuan mentransfer uang secara ilegal melintasi perbatasan internasional, menghindari pajak atau bea cukai, tindak pencucian uang dari hasil kriminal, menghindari kontrol mata uang, dan menyembunyikan keuntungan di rekening bank luar negeri," tulis laporan terbaru GFI dikutip Senin (3/1).

 Laporan GFI tersebut mengkategorikan aliran dana gelap ke dalam dua kategori, yakni dana gelap dari aktivitas perdagangan negara berkembang dengan seluruh mitra dagangnya.

Selanjutnya, data yang menunjukkan dana gelap yang dihasilkan dari perdagangan antara negara berkembang dengan 36 negara maju.

Berdasarkan laporan GFI terkait aktivitas dagang RI dengan seluruh mitra dagang negara-negara dunia, terdapat dana gelap US$ 402,3 miliar  sepanjang 2009-2018.

Adapun dari nilai tersebut rata-rata dana gelap mengalir US$ 40,2 miliar setiap tahunnya.

Jumlah tersebut menempatkan RI di peringkat 10 dunia sebagai negara berkembang dengan rata-rata tahunan tertinggi.

Khusus pada tahun 2018 saja, GFI melaporkan terdapat dana gelap ekspor-impor Indonesia sebesar US$ 48,3 miliar.

Dengan nominal tersebut, Indonesia berada di peringkat sembilan dunia, di atas Brasil. Namun masih di bawah sejumlah negara tetangga seperti Malaysia sebesar US$ 71,4 miliar, Thailand US$ 69,9 miliar dan Vietnam US$ 56,3 miliar.

 Sementara berdasarkan data perdagangan dengan 36 negara maju, terdapat dana gelap dari ekspor-impor Indonesia sebesar US$ 192,8 miliar sepanjang 2009-2018.

Dari nilai tersebut rata-rata terdapat US$ 19,2 miliar dana gelap yang mengalir setiap tahunnya.

Kendati jumlahnya besar, untuk kategori ini, RI tidak masuk dalam daftar 10 negara dengan nilai rata-rata pertahun tertinggi di dunia.

Adapun laporan ini menganalisis data perdagangan dari 134 negara berkembang dan 36 negara maju. Sementara itu, pengklasifikan negara berkembang dan maju mengacu pada sistem yang dibuat Dana Moneter Internasional (IMF).

Data yang dianalisis yakni data perdagangan dari ratusan negara yang dilaporkan ke dalam database PBB yakni United Nations Comtrade.

Adapun kategori dari dana gelap dalam laporan tersebut yakni dana yang tidak dilaporkan dalam faktur pajak.

Karena itu, proses identifikais dilakukan dengan membandingkan angka yang dilaporkan oleh negara eksportir dengan yang dilaporkan dari negara importir.

 Misalnya, jika Ekuador melaporkan mengekspor US$ 400 juta pisang ke Amerika pada tahun 2006, tetapi Amerika melaporkan hanya mengimpor US$ 375 juta, ini berarti terdapat ketidaksesuaian nilai sebesar US$ 25 juta.

GFI kemudian menjumlahkan semua ketidaksesuaian tersebut yang kemudian diidentifikasi sebagai 'trade misinvoicing'.

Dana gelap ini juga bisa diartikan potensi pendapatan negara yang hilang karena pajak dan penerimaan kepabenana yang tidak tertagih.

Permasalah ini terus berulang setiap tahun, bahkan cenderung menunjukkan kenaikan.

Ini merugikan khususnya negara berkembang yang membutuhkan sumber daya domestik untuk mencapai tujuan pembangunnanya.

 Pada tahun 2018, GFI melaporkan terdapat dana gelap sebesar US$ 1,6 triliun dari aktivitas ekspor-impor antara 134 negara berkembang dengan negara-negara mitra dagangnya di seluruh dunia.

Nilainya naik dari US$ 934 miliar pada tahun 2009. Dari data 2018, sebagian besar dana gelap tersebut disumbangkan Cina mencapai US$ 445 miliar.

Pada tahun yang sama, juga terdapat dana gelap sebesar US$ 835 miliar dari aktivitas ekspor-impor antara 134 negara berkembang dengan 36 negara maju.

Nilainya naik dari US$ 551 miliar pada tahun 2009. Dari data ini, Cina juga menempati peringkat teratas sebesar US$ 250 miliar.


Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...