Ekspor 2021 Cetak Rekor US$ 231,54 M Ditopang Berkah Harga Komoditas
Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor sepanjang tahun lalu mencapai US$ 231,54 miliar, naik 41,8% dibandingkan tahun 2020 sebesar US$ 163,1 miliar. Kinerja ekspor tahun lalu juga berhasil melampaui rekor tertinggi sepanjang sejarah pada 2011 sebesar US$ 203,6 miliar.
Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan, kinerja ekspor secara keseluruhan terutama ditopang oleh sektor nonmigas yang melesat 41,8% menjadi US$ 231,54 miliar. Kinerja ekspor migas melesat 48,78% menjadi US$ 12,28 miliar.
"Kinerja ekspor migas pada tahun lalu sangat mengembirakan, semoga bisa berlanjut pada tahun 2022. Ini akan berdampak pada pemulihan ekonomi dan masyarakat lebih luas," uajr Margo dalam konferensi pers, Senin (17/1).
Margo menjelaskan, ekspor nonmigas terutama disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral dengan kontribusi mencapai 14,98% atau US$ 32,84 miliar, serta lemak dan minyak hewan nabati mencapai 14,97% atau US$ 32,82 miliar.
Sementara berdasarkan sektornya, industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar mencapai US$ 177,11 miliar, naik dibandingkan 2020 yang mencapai US$ 131,09 miliar. "Sektor pertambangan mencatatkan kenaikan paling tinggi mencapai 92,15% menjadi US$ 37,92 miliar, disusul migas 48,78%, sedangkan pertanian hanya naik 2,86%," kata dia.
Indonesia sepanjang tahun lalu menorehkan rekor nilai ekspor bulanan sebanyak empat kali, yakni pada April, Agustus, Oktober, dan November. Adapun ekspor pada Desember turun 2,04% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 22,38 miliar. Penurunan ekspor pada Desember terutama terjadi pada ekspor migas sebesar 17,93% menjadi US$ 1,09 miliar, sedangkan ekspor nonmigas turun 1,06% menjadi US$ 21,2 miliar.
"Namun jika dibandingkan Desember 2020, ekspor masih mencatatkan kenaikan cukup besar yakni 35,3% untuk migas dan 37,13% untuk nonmigas," ujar Margo.
Penurunan ekspor nonmigas berdasarkan sektornya pada bulan lalu dibandingkan bulan sebelumnya terjadi pada ekspor pertanian sebesar 6,52%, industri pengolahan 5,06%, dan pertambangan lainnya 21,2%.
"Tapi dibandingkan Desember 2020, hampir semuanya naik dengan kenaikan tertinggi di sektor pertambangan. Hanya sektor pertanian yang turun 7,51%," kata dia.
Sementara berdasarkan negara tujuannya, penurunan ekspor pada Desember terutama terjadi untuk ekspor dari Cina mencapai US$ 310,4 juta, Malaysia 224,1 juta, Swiss 1562,2 juta, dan Spanyol 110,5 juta.
Menteri Perdagangan M. Lutfi dalam rapat kerja bersama Dewan Perwakilan Rakyat pada 13 Desember 2021 mengatakan Indonesia diuntungkan oleh supercyle commodity yang terjadi pada tahun ini. Melimpahnya likuiditas karena kebijakan quantitative easing di seluruh dunia membuat harga komoditas melambung .
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, para trader berspekulasi terhadap komoditas seiring likuiditas yang membanjiri pasar sehingga memicu nilainya melambung. Dengan kata lain, kenaikan ekspor komoditas ini lebih dipicu oleh lonjakan harga dibandingkan volume. Hal tersebut tercermin dengan masih terbatasnya volume ekspor komoditas.
Kondisi ini berbeda dengan booming commodity pada periode 2009-2014, ketika ekspor komoditas didorong oleh peningkatan volume dan harga. "Volume ekspor tidak sekuat tahun sebelumnya karena permintaan global masih rendah di tengah pandemi Covid-19," ujar Andry dalam analisis Econmark, Mandiri Group Research edisi Desember 2021.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto masih optimistis dengan kinerja ekspor tahun depan. Dia memperkirakan booming commodity masih akan berlanjut di tahun depan. Dia juga mengingatkan bahwa ekspor Indonesia sudah berbasis manufaktur, terutama besi dan baja, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap komoditas.
"Dari segi produksi CPO dan demand kepada makanan dan minuman, kami cukup optimistis ekspor 6 bulan pertama masih terjaga," kata Airlangga dalam konferensi pers Refleksi Capaian 2021 dan Outlook Ekonomi 2022.