Sri Mulyani Ungkap Dampak Pengetatan Moneter Amerika ke Indonesia
Pengetatan moneter oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed diperkirakan memengaruhi ekonomi Indonesia. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan guncangannya tidak akan sesignifikan 2013.
The Fed melakukan tapering off atau pengurangan nilai program pembelian obligasi dan surat berharga alias quantitative easing (QE) pada November 2021. Pembelian aset direncanakan berakhir bulan depan.
Pasar pun mengantisipasi kemungkinkan kenaikan suku bunga acuan pertama saat pertemuan pembuat kebijakan The Fed bulan depan.
Seiring dengan kenaikan inflasi di AS yang menyentuh rekor tertinggi dalam 40 tahun, The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan lima sampai tujuh kali tahun ini.
Sri Mulyani memperkirakan, secara umum efek pengetatan moneter The Fed kali ini tidak sesignifikan kejadian serupa delapan tahun lalu. Alasannya, kondisi ekonomi Indonesia dinilai lebih kuat.
Selain itu, The Fed sudah menyampaikan rencana tersebut dengan baik.
"Memang ada negara-negara yang tetap rentan. Indonesia inshaAllah akan jauh lebih baik," kata Sri Mulyani dalam video yang diunggah di YouTube Kementerian Keuangan, dikutip Selasa (24/2).
Dari dalam negeri, sejumlah kondisi dianggap memberikan kekuatan bagi perekonomian Indonesia untuk menghadapi volatilitas imbas pengetatan moneter AS. Rinciannya yakni:
- Transaksi berjalan atau current account 2021 surplus US$ 3,3 miliar atau 0,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), ditopang kinerja ekspor yang tumbuh hampir 50%. Ini merupakan pembalikan setelah mencatat defisit US$ 4,4 miliar atau 0,4% dari PDB pada 2020.
- Ekspor Indonesia diklaim lebih baik karena bukan hanya berorientasi pada pengiriman komoditas tetapi juga produk seperti besi baja yang memiliki nilai tambah.
- Cadangan devisa dinilai baik
"Saat The Fed mengumumkan tapering off (pada November 2021), neraca perdagangan Indonesia surplus 19 bulan berturut-turut, cadangan devisa tinggi, dan transaksi berjalan bagus. Ini memberikan bekal lebih baik dari sisi kekuatan," kata Sri Mulyani.
Selain itu, Gubernur The Fed Jerome Powell dinilai sudah mengomunikasikan rencana tapering off lebih baik dibandingkan saat 2013. Langkah Powell ini mendorong pasar mengantisipasi dan melakukan penyesuaian.
"Ini yang menyebabkan degree of volaitlity atau kata orang Jawa 'kedumbrangannya' itu tidak sangat tinggi," kata Sri Mulyani.
Namun, Sri Mulyani juga berpesan bahwa volatilitas dari The Fed bisa menjadi pelajaran bagi ekonomi Indonesia. Perekonomian global tidak bisa dikontrol, sehingga yang bisa dilakukan hanyalah mengontrol ekonomi domestik.
Menurutnya, saat perekonomian Indonesia makin kompetitif lewat sejumlah perbaikan, maka dampak dari guncangan seperti pengetatan moneter The Fed tidak akan signifikan. Perekonomian domestik juga bisa mengabsorbsi volatilitas.