BI Ramal Ekonomi Global Hanya Tumbuh 3,8% Jika Perang Terus Berlanjut
Bank Indonesia (BI) menyebut perang Rusia dan Ukraina akan mempengaruhi prospek ekonomi global. Bank sentral memperkirakan ekonomi global hanya akan tumbuh 3,8% tahun ini jika perang berlanjut dalam jangka waktu yang lebih lama.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, asesmen terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini hanya akan mencapai 4,2%. Perkiraan ini lebih rendah jika dibandingkan asesmen pada laporan bulan lalu yang memperkirakan bisa tumbuh 4,4%.
"Bahkan kalau berlanjut bisa juga turun menjadi 3,8%, lagi-lagi tergantung seberapa lama eskalasi ini berlanjut," kata Perry saat pembacaan hasil Rapat Dewan Gubernur BI periode Maret 2022, Kamis (17/3).
Perry menjelaskan, perbaikan ekonomi sebetulnya berlanjut di tengah penyebaran Covid-19 yang mulai mereda. Namun, eskalasi ketegangan geopolitik yang diikuti dengan pengenaan sanksi berbagai negara terhadap Rusia mempengaruhi transaksi perdagangan, pergerakan harga komoditas, dan pasar keuangan global.
Pertumbuhan berbagai negara, seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Jepang, Tiongkok, dan India berpotensi lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Volume perdagangan dunia juga berpotensi lebih rendah daripada perkiraan sebelumnya sejalan dengan risiko tertahannya perbaikan perekonomian global dan gangguan rantai pasokan.
Perang yang mendorong kenaikan harga-harga komoditas terutama energi juga mendorong peningkatan inflasi di berbagai negara. Ini sudah terlihat di Amerika maupun di Eropa yang menghadapi masalah kenaikan harga-harga. Kondisi ini kemudian juga akan berimplikasi terhadap respon kebijakan moneter dengan kenaikan bunga acuan.
"Di sisi pasar keuangan, tentu juga berpengaruh terhadap persepsi risiko global dan tentu saja arus modal khususnya investasi portofolio yang tertahan ke negara emerging market," kata Perry.
Perang Rusia dan Ukraina tersebut menambah ketidakpastian pasar keuangan global yang sebelumnya sudah tertekan karena sentimen kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju lainnya. Seperti diketahui, The Fed resmi memulai kenaikan bunga acuannya pada pertemuan Kamis dini hari (17/3) dan diperkirakan masih akan menaikkan bunga sebanyak enam kali sampai akhir tahun.
Sementara, Perry juga menyebut dampak dari perang Rusia dan Ukraina bisa dilihat dari dua jalur, yakni dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung dinilai tidak begitu signifikan karena hubungan perdagangan Indonesia baik dengan Rusia dna Ukraina sebetulnya terbatas.
"Tapi kami juga melihat implikasi secara tidak langsung karena menurunya pertumbuhan ekonomi global dan meningkatnya harga komoditas. Kenaikan harga ini tentu akan berpengaruh ke kondisi fiskal dan harga-harga di dalam negeri," kata Perry.
Namun, dampak tidak langsung ini pun dinilai masih bergantung pada kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam menyikapi lonjakan harga tersebut. BI berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk melihat langkah apa yang harus dilakukan terkait tantangan ini.
Pertumbuhan ekonomi domestik diperkirakan masih kuat seiring meredanya penyebaran Covid-19 meski kini muncul risiko perang Rusia dan Ukraina. pertumbuhan ekonomi pada 2022 diperkirakan tetap berada dalam kisaran 4,7-5,5%.
"Prakiraan pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh perbaikan konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan serta tetap positifnya pertumbuhan konsumsi Pemerintah," kata Perry.