Pemerintah Tunda Penerapan Pajak Karbon ke Juli 2022, Ini Alasannya
Kementerian Keuangan memutuskan untuk menunda implementasi pajak karbon dari rencana awal pada April 2022 menjadi Juli 2022. Penundaan dilakukan, antara lain karena pemerintah masih menggodok aturan pelaksana secara komprehensif.
"Kami melihat ruang untuk menunda penerimaan dari pajak karbon ini ke sekitar bulan Juli, sambil menyiapkan peraturan perundang-undangan agar semakin komprehensif," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam konferensi pers APBN KiTA edisi Maret 2022, Senin (28/3).
Aturan pajak karbon tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Perpres 98 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Febrio mengatakan, pemerintah masih menggodok aturan pelaksana pajak karbon agar ada konsistensi antara dua beleid yang telah terbit tersebut.
"Kami ingin memastikan konsistensi kebijakan pajak karbon agar juga sesuai dengan konteks Perpres NEK," kata Ferbio.
Selain masalah aturan pelaksana, Febrio mengatakan, penundaan ini juga dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah bulan Ramadhan. Penerapan pajak karbon yang akan berlaku lebih awal pada PLTU Batu Bara berpotensi mengerek tarif listrik.
"Fokus kebijakan pemerintah saat ini adalah memastikan kondisi kesejahteraan dan daya beli masyarakat," kata Febrio.
Sejumlah ekonom memperkirakan, rencana pemerintah mengenakan pajak karbon terhadap PLTU mulai April 2022 berpotensi mengerek tarif listrik. Mayoritas pasokan listrik di Indonesia masih mengandalkan PLTU berbahan bakar batu bara sehingga penerapan pajak karbon dapat mengerek Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik.
"Berdasarkan pengalaman dari penerapan pajak karbon di Australia, kebijakan ini berdampak pada meningkatnya pengangguran di sektor tambang dan naiknya biaya listrik. Penerapan pajak karbon menjadi konsekuensi yang perlu dimitigasi oleh pelaku usaha dan pemerintah," ujar Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.
Namun demikian, berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM, pengenaan pajak karbon terhadap PLTU tak akan berdampak besar terhadap biaya pokok penyediaan (BPP) listrik.