Rupiah Melemah Tertekan Potensi Langkah Agresif The Fed
Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis lima poin ke level Rp 14.364 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini. Rupiah melemah tertekan rilis notulen rapat bank sentral Amerika (The Fed) yang mengisyaratkan pengetatan moneter lebih agresif.
Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik menguat tipis ke Rp 14.358 pada pukul 10.00 WIB. Posisi ini menguat tipis dibandingkan level penutupan kemarin di Rp 14,359 per dolar AS.
Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS pagi ini. Pelemahan terhadap dolar AS juga dialami dolar Taiwan 0,12%, rupee India 0,56%, yuan Cina 0,05%, ringgit Malaysia 0,07% dan dolar Singapura 0,01%. Sebaliknya, yen Jepang menguat 0,07% bersama won Korea Selatan 0,03%, peso Filipina 0,09%, bath Thailand 0,12%, sedangkan dolar Hong Kong stagnan.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah masih akan tertekan hari ini terimbas rencana pengetatan moneter The Fed yang lebih agresif. Rupiah diramal melemah ke kisaran Rp 14.380, dengan potensi penguatan di Rp 14.330 per dolar AS.
"Dini hari tadi, notulen rapat The Fed menyebutkan dukungan para anggota terhadap kebijakan pengetatan moneter yang lebih agresif untuk memerangi inflasi yang tinggi di AS," kata Ariston, Kamis (7/4).
Inflais di AS saat ini tengah melambung ke rekor tertingginya dalam empat dekade terakhir. Guna meredam lonjakan harga ini, The Fed sudah menaikkan bunga acuannya pada pertemuan bulan lalu sebesar 25 bps. Adapun The Fed diperkirakan masih akan menaikkan bunga enam kali sampai akhir tahun.
Dalam notulen rapat semalam, diketahui bahwa beberapa anggota sebetulnya mengusulkan kenaikan hingga 50 bps pada pertemuan bulan lalu tetapi tertahan karena pertimbangan dampak perang di Ukraina. Namun kini, sebagian besar melihat ada peluang kenaikan 50 bps di pertemuan bulan depan.
Bukan hanya lewat kenaikan bunga, The Fed juga berencana mengurangi neracanya. Dalam notulen rapat tersebut juga mengungkap pejabat The Fed tampaknya akan mengurangi kepemilikan aset sebesar US$ 95 miliar mulai bulan depan.
Di sisi sebaliknya, ada sentimen positif dari turunnya harga minyak mentah dunia. Rencana perilisan cadangan strategis minyak mentah negara-negara anggota International Energy Agency (IEA) sebesar 120 juta barel akan menambah pasokan dan membantu menurunkan harga minyak mentah.
"Turunnya harga minyak mentah ini mengurangi risiko kenaikan inflasi yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi. Mungkin sentimen ini bisa membantu menahan pelemahan rupiah," kata Ariston.
Sementara dari dalam negeri, Ariston belum melihat adanya sentimen baru yang akan signifikan menggerakkan rupiah. Meski demikian, ia mengingatkan kenaikan inflasi domestik sebagai imbas dari perang di Ukraina perlu diwaspadai. Inflasi dalam negri berpeluang melonjak sehingga memberikan sentimen negatif ke rupiah.
Analis Bank Mandiri Rully A Wisnubroto melihat belum banyak sentimen baru setelah rilis data ekonomi AS pekan lalu yang cenderung negatif ke rupiah. Indeks harga pengeluaran konsumen (PCE) mencatatkan inflasi tinggi di Februari, sedangkan tenaga kerja AS semakin pulih. Dua data ini menjadi indikator yang digunakan The Fed sebelum menarik kebijakan moneternya.
"Secara teknikal, pada perdagangan hari ini kami memperkirakan Rupiah terhadap dolar AS akan berada pada kisaran Rp 14.338 dan Rp 14.392," ujarnya kepada Katadata.co.id
Di samping itu, pasar masih akan melihat perkembangan sentimen global, terutama dampak dari perang Rusia dan Ukraina, serta perkembangan kenaikan imbal hasil atau yield US Treasury.