Rupiah Loyo 0,33%, Sri Mulyani: Lebih Baik Dibandingkan Malaysia
Nilai tukar rupiah melemah 0,33% sepanjang tiga bulan pertama tahun ini akibat sentimen eksternal, mulai dari perang Rusia dan Ukraina hingga pengetatan kebijakan moneter The Federal Reserve. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pelemahan rupiah tak separah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia.
"Nilai tukar rupiah masih tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan II tahun 2022, Rabu (13/4)
Sri Mulyani menyebut depresiasi rupiah masih lebih rendah dibandingkan mata uang negara berkembang lainnya. Ringgit Malaysia pada periode yang sama terdepresiasi 1,15% secara year-to-date (ytd), rupee India anjlok 1,73% serta penurunan lebih dalam baht Thailand hingga 3,15%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, depresiasi yang tidak terlalu dalam pada rupiah karena adanya dukungan positif dari sisi neraca dagang yang masih berhasil surplus jumbo. Badan Pusat Statistik mencatat neraca dagang Februari kembali surplus di atas US$ 3 miliar dan menandai surplus 22 bulan beruntun.
"Kondisi neraca transaksi berjalan kita cukup bagus bahkan surplus yang besar, sehingga pasokan valuta asing dalam negeri lebih dari cukup dan mendukung nilai tukar yang stabil," kata Perry.
Perry memastikan, pihaknya akan terus berada di pasar demi menjaga stabilitas nilai tukar. Salah satu yang sudah dilakukan yakni masih mempertahankan suku bunga di level terendahnya 3,5%. Di samping itu, bank sentral juga akan terus mendorong pendalaman pasar valas untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
"BI juga akan memperluas penggunaan instrumen lindung nilai atau hedging dan fasilitas perdagangan dan investasi antarnegara," kata Perry.
Ia mengatakan, BI akan memperkuat kebijakan internasional melalui perluasan kerja sama dengan otoritas negara mitra lainnya. Hal ini akan dilakukanmelalui fasilitasi promosi investasi dan perdagangan, termasuk memperluas Local Currency Settlement (LCS) khususnya di ASEAN.
Perang di Ukraina bukan hanya menciptakan volatilitas di pasar keuangan global, melainkan juga efeknya kepada kenaikan harga-harga komoditas. Spill over dari kenaikan inflasi global ini diperkirakan ikut dirasakan Indonesia. Perry mengatakan tekanan harga ini terutama pada komoditas pangan dan energi.
Meski naik, inflasi domestik dipastikan tetap berada dalam sasaran target yakni 2%-4%. Inflasi yang masih terkendali ini berkat sejumlah faktor, langkah pemerintah memastikan ketersediaan pasokan, serta koordinasi yang baik antara Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).