Elon Musk Punya Firasat Buruk soal Ekonomi, Resesi akan Terjadi?

Agustiyanti
4 Juni 2022, 17:37
resesi ekonomi, resesi, elon musk, inflasi tinggi
ANTARA FOTO/REUTERS/Carlo Allegri/ama/dj
Ilustrasi. CEO Tesla Elon Musk beberapa kalo menyampaikan kekhawatiran terkait kondisi ekonomi yang kemungkinan kembali menghadapi resesi.

CEO Tesla Elon Musk memiliki "perasaan yang sangat buruk" tentang kondisi ekonomi  sehingga perlu memangkas sekitar 10%  pekerja perusahaan pembuat mobil listrik tersebut. Ia beberapa kali menyampaikan kekhawatiran terkait kondisi ekonomi yang kemungkinan kembali menghadapi resesi. 

Dalam email yang dikirimkan Musk kepada para petinggi Tesla, ia merasa perlu untuk memangkas sebanyak 10% dari karyawannya saat ini. Email ini muncul hanya beberapa hari setelah email yang dikirimkan kepada para karyawan Tesla untuk kembali bekerja di kantor atau memilih untuk mengundurkan diri. 

Musk dalam beberapa pekan terakhir juga telah beberapa kali memperingatkan risiko terjadinya kembali resesi ekonomi. Namun, emailnya yang meminta pemangkasan karyawan memperlihatkan kekhawatiran yang semakin nyata. 

Apakah kekhawatiran Musk beralasan?

Kepala Penelitian Ekonomi Makro Global di ING mengatakan, firasat buruk Musk sebenarnya juga dirasakan oleh banyak orang. Inflasi yang melonjak di Amerika Serikat mencapai di atas 8% dan tindakan yang harus dilakukan The Fed menaikkan suku bunga mendorong kekhawatiran ekonomi mengalami stagnansi. 

"Kami tak melihat risiko resesi, tapi akan ada perlambatan ekonomi global menjelang akhir tahun. AS akan melandai, sementara Cina dan Eropa tidak akan pulih,” kata Carsten Brzeski, kepala penelitian ekonomi makro global di bank Belanda ING.

Risiko resesi ekonomi global juga sebenarnya sudah diperingatkan Bank Dunia. Presiden Bank Dunia David Malpass menyebut, perang Rusia dan Ukraina serta dampaknya terhadap harga pangan dan energi hingga ketersediaan pupuk dapat memicu resesi global. 

Ia menyebut, lonjakan harga energi  ini antara lain telah menyebabkan perekonomian Jerman yang  saat ini berada di posisi keempat terbesar dunia mengalami perlambatan. 

"Ketika kita melihat PDB global, sulit untuk melihat bagaimana menghindari resesi," kata Malpass dalam  sebuah acara yang diselenggarakan oleh Kamar Dagang AS pada Selasa (25/5), seperti dikutip dari Reuters.

Malpass mengatakan, perlambatan ekonomi tak hanya terjadi di Jerman, Cina dan Amerika Serikat juga mengalami kondisi serupa. Sementara ekonomi Ukraina dan Rusia sudah pasti akan mengalami penurunan tajam. 

Ia menjelaskan, faktor harga energi yang saat ini telah meningkat lebih dari dua kali lipat sebenarnya sudah mampu memicu resesi global. Selain itu, terdapat faktor pengurangan produksi pupuk saat ini juga dapat memperburuk kondisi di banyak negara.  

Meski demikian, Bank Dunia pada outlook yang dirilis April 2022 masih meramal perekonomian dunia akan tumbuh 3,2% pada tahun ini, lebih rendah dibandingkan outlook pada Januari sebesar 4,1%. 

Kekhawatiran kondisi ekonomi yang suram, terutama di Amerika Serikat juga diungkapkan Mantan Gubernur Bank Sentral AS, The Federal Reserve Ben Bernanke. Bernanke menilai keputusan bank sentral Amerika Serikat yang sempat menunda keputusan untuk menaikkan suku bunga untuk menghadapi inflasi adalah sebuah kesalahan.

Ia menilai ekonomi Amerika kini mulai memasuki periode stagflasi atau kombinasi terjadinya stagnansi ekonomi dan inflasi tinggi, ditambah dengan pengangguran tinggi. 

Bernanke menjabat sebagai Gubernur The Fed selama periode Bush dan Obama saat melalui krisis keuangan 2008. Pada masa-masa itu, bank sentral AS memainkan peran besar dalam membantu pemulihan ekonomi. 

Di bawah kepemimpinan Jerome Powell saat ini, The Federal Reserve telah menghadapi serangkaian krisis karena jatuhnya ekonomi yang disebabkan oleh pandemi virus corona dan tingkat inflasi tinggi yang diperkirakan akan awet selama beberapa dekade. Menurut Bernanke, itu semua menuju skenario yang memungkinkan di mana ekonomi AS dapat memasuki periode "stagflasi", atau kombinasi dari stagnasi ekonomi dan inflasi yang tinggi, ditambah dengan peningkatan pengangguran.

"Inflasi masih terlalu tinggi. Harus ada periode dalam satu atau dua tahun ke depan di mana pertumbuhan rendah, pengangguran setidaknya naik sedikit dan inflasi masih tinggi, Jadi Anda bisa menyebutnya stagflasi,” kata Bernanke kepada The New York Times.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...