Deretan Penyebab Ekspor pada Mei Anjlok Terdalam Sejak Awal 2021
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Indonesia pada Mei anjlok 21,3% dalam sebulan menjadi US$ 21,51 miliar. Penyebab turun drastisnya ekspor karena adanya kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil/CPO. Selain itu, lemahnya kinerja pengiriman barang ke luar negeri bulan lalu karena momentum libur panjang lebaran pada awal Mei.
BPS mencatat penurunan nilai ekspor lebih dari 20% pada Mei secara bulanan merupakan kontraksi terdalam setidaknya sejak awal tahun lalu. Penurunan nilai ekspor secara signifikan juga sempat terjadi pada Januari 2022, tetapi kontraksinya masih lebih kecil yakni minus 14,3%.
"Kalau dilihat kinerja ekspor Mei 2022, ada faktor lain misalnya dipengaruhi oleh berkurangnya hari kerja produksi karena adanya hari libur saat hari raya Idul Fitri di Mei ini," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam konferensi pers secara daring, Rabu (15/6).
Pemerintah menetapkan cuti bersama lebaran tahun ini pada 29 April dan 4-6 Mei 2022. Jika ditotal dengan hari libur Sabtu-Minggu serta dua hari libur lebaran pada 2-3 Mei, maka total libur dimulai 29 April-8 Mei atau 10 hari.
Setianto mengatakan, ekspor yang anjlok pada bulan Mei terutama untuk komoditas nonmigas sebesar 22,7% menjadi hanya US$ 20,01 miliar. Sebaliknya, ekspor migas RI tumbuh 4,4% menjadi US$ 1,5 miliar terutama karena kenaikan nilai ekspor untuk gas.
Lebih lanjut, penurunan signifikan pada ekspor non migas bulan lalu terjadi pada semua sektor terutama industri pengolahan. Pada bulan lalu, nilai ekspor industri pengolahan sebesar US$ 14,14 miliar atau anjlok 25,93% dibandingkan bulan sebelumnya.
"Komoditasnya yang turun antara lain minyak kelapa sawit, pakaian jadi atau konveksi dari tekstil. Kalau minyak kelapa sawit karena kita mengalami restriksi pada Mei lalu sehingga ekspor minyak kelapa sawit turun," kata Setianto.
Adapun nilai ekspor minyak kelapa sawit pada bulan lalu hanya sebesar US$ 284,6 juta, anjlok 87,72% dalam sebulan.
Selain dari industri pengolahan, ekspor dari sektor pertanian juga anjlok 25,92% menjadi hanya US$ 300 juta karena berkurangnya pengiriman untuk sarang burung dan tanaman obat. Sektor pertambangan yang beberapa bulan sebelumnya tumbuh kuat kemudian pada bulan lalu berbalik terkontraksi 12,92% karena penurunan ekspor bijih tembaga dan lignit.
Ekspor ke sejumlah negara mitra dagang utama RI juga mencatatkan penurunan pada bulan lalu. Ekspor ke Cina anjlok 16,37% secara bulanan, Amerika Serikat 16,45% , Jepang 27,35%, Uni Eropa 27,75%, serta negara-negara ASEAN 25,21%. Semua negara turun kecuali India yang masih naik 7,1%.
Ekonom Bank Mandiri menilai penurunan ke sejumlah negara mitra dagang utama tersebut mencerminkan risiko pelemahan permintaan global di tengah kenaikan inflasi. "Pengurangan ekspor ke Cina juga terkait dengan lockdown kebijakan zero Covid-19," kata Faisal dalam risetnya.