Satgas BLBI Sita Aset Besan Setya Novanto Rp 2 T di Perumahan Bogor
Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) menyita aset milik dua bos Bank Asia Pacific, Setiawan Harjono dan Hendrawan Haryono, yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat. Penyitaan aset dengan nilai sekitar Rp 2 triliun untuk menebus utang keduanya kepada negara sebesar Rp 3,57 triliun.
Setiawan Harjono juga dikenal sebagai besan mantan Ketua DPR Setya Novanto yang sedang menjalani bui kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Aset tersebut berupa tanah dan bangunan di atasnya dengan nama tiga perusahaan yang dimiliki duo bos Bank Asia Pacific. Mereka yakni PT Bogor Raya Development, PT Asia Pacific Permai, dan PT Bogor Raya Estatindo.
Total luas lahan aset sitaan tersebut 89,01 hektar. Aset tersebut berlokasi di Perumahan Klub Golf Bogor Raya, Jl. Golf Estate Bogor Raya, Sukaraja, Kec. Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16710.
"Aset yang disita berikut lapangan golf dan fasilitasnya, dan dua buah gedung hotel," kata Ketia Tim Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD dalam seremoni penyitaan aset di Bogor, Rabu (22/6).
Dengan penyitaan itu, pengelolaan kompleks tersebut akan sepenuhnya beralih dari ketiga perusahaan tersebut kepada pemerintah. Mahfud menyatakan penyitaan aset tersebut tidak akan menganggu aktivitas masyarakat dan ekonomi di kompleks tersebut. Masyarakat tetap diperbolehkan untuk beraktivitas.
Setiawan dan Hendrawan Harjono pertama kali dipanggil Satgas melalui pengumuman koran pada awal September tahun lalu. Mereka dipanggil untuk melunasi utang sebesar Rp 3,57 triliun dalam rangka Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) Bank Asia Pacific (Aspac).
Dengan demikian, sekalipun sudah menyita puluhan hektar, dua bos Bank Aspac masih memiliki kewajiban kepada negara kurang lebih Rp 1,57 triliun.
Setelah pengumuman itu, keduanya berulang kali diminta menghadap Satgas tetapi terus mangkir. Kedua debitur tersebut ternyata mengajukan gugatan terhadap pemerintah ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Oktober 2021. Setelah beberapa bulan proses sidang, pada akhir April lalu pengadilan memutuskan memenangkan pemerintah.
Namun, Berdasarkan keterangan dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kedua obligor tersebut kemudian mengajukan permohonan banding pada 27 April atau dua hari setelah keluarnya keputusan PN Jakarta Pusat.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan menyebutkan ada sebanyak 20 konglomerat yang masih memiliki kewajiban hak tagih pemerintah terkait pengucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Total kewajiban para taipan tersebut sebesar Rp 30,43 triliun pada Desember 2020. Berikut grafik Databoks: