Rumah Sakit Butuh Biaya Rp 150 Miliar untuk Siapkan Kelas Standar BPJS
Layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kelas 1-3 akan dihapus dan diganti menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyebut butuh biaya hingga Rp 150 miliar bagi rumah sakit (RS) untuk memenuhi kriteria penerapan kelas standar.
"Kalau mengikuti kriteria sementara, karena kriteria ini sedang dalam proses kesepakatan termasuk peta jalannya, itu harus mengeluarkan uang sekitar Rp 150 miliar, rumah sakit tentunya kalau harus mengeluarkan uang Rp 150 miliar apakah sudah ada anggarannya? apalagi rumah sakit daerah," kata Ali dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI.
Karena itu, ia menyebut penghapusan layanan kelas 1-3 menjadi satu kelas ini perlu konsep yang matang. Dengan begitu tidak terjadi simpang siur mengenai perubahan layanan ini.
Kelima rumah sakit yang mulai uji coba ini antar lain RSUP Kariadi Semarang, RSUP Leimena Ambon, RSUP Surakarta, RSUP Rivai Abdullah Palembang, dan RSUP Tadjudin Chalid Makassar. Layanan ini diharap bisa sepenuhnya diterapkan ke semua rumah sakit, termasuk milik swasta pada paruh kedua 2024.
Perubahan layanan ini menyebabkan adanya perubahan kriteria pada fasilitas kesehatan yang harus disediakan oleh rumah sakit. Terdapat 12 kriteria kelas standar yang harus dipenuhi mulai dari komponen bangunan yang disiapkan memiliki porositas rendah, ketentuan ventilasi udara, satu kamar maksimal empat tempat tidur, hingga toilet di dalam kamar.
Selain kesiapan fasilitas kesehatan, perubahan layanan BPJS kesejatan ini juga harus memperhatikan dari sisi besaran iuran yang ditetapkan. Perubahan besaran iuran diharap tidak tambah memebabni keuangan negara.
"Apalagi kalau Rp 70 ribu sebagai contoh, karena pernah disampaikan Rp 70 ribu, itu dua kali lipat, akhirnya Kemenkeu akan bingung juga," kata dia.
Perubahan menjadi kelas standar ini mulai diujicobakan di lima rumah sakit swasta pada bulan ini. Tetapi BPJS Kesehatan sebelumnya memastikan besaran iuran yang harus dibayar peserta masih belum berubah dari aturan lama.
Sementara, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyebut besaran iuran dan manfaat yang didapatkan peserta akan diatur dalam perubahan Perpres 82/2018. Adapun beleid tersebut sampai saat ini masih menunggu izin prakarsa Presiden untuk perubahannya.
Jumlah peserta dalam program BPJS Kesehatan mencapai 222,5 juta orang per 31 Desember 2020. Angka itu setara dengan 81,3% populasi di Indonesia.