IMF Ramal Ekonomi Global Tahun Depan Lebih Suram, Bagaimana Indonesia?
Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut kondisi ekonomi global pada tahun depan akan lebih sulit dibandingkan tahun ini. Negara-negara perlu berjuang meredam tekanan inflasi yang berpotensi merusak pemulihan ekonomi.
Direktur Manajer IMF Kristalina Georgieva mengatakan, lembaganya akan memangkas proyeksi pertumbuhan tahun ini dan tahun depan. Perkiraan terbaru akan dikeluarkan akhir bulan ini dan menjadi kedua kalinya IMF memangkas prospek ekonomi global pada tahun ini.
"Ini akan menjadi 2022 yang sulit, dan mungkin 2023 yang lebih sulit, dengan peningkatan risiko resesi," kata Georgieva dalam tulisannya dikutip Kamis (15/7).
Dia mengatakan, tragedi kemanusiaan perang di Ukraina semakin memburuk. Dampak ekonominya mengguncang harga komoditas yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi dan memperburuk krisis biaya hidup, terutama kelompok miskin.
Inflasi lebih tinggi dari yang diharapkan dan telah meluas. Kondisi ini telah mendorong bank sentral utama dunia untuk mengumumkan pengetatan moneter lebih lanjut. Hal ini akan membebani pemulihan.
Dalam pantauan IMF, sekitar 75 bank sentral dunia sudah menaikkan bunga sejak Juli 2021. Kenaikan bunga lebih cepat dilakukan negara-negara berkembang dengan rata-rata total kenaikan 3%, hampir dua kali lipat dari negara maju sebesar 1,7%.
"Gangguan terkait pandemi yang berkelanjutan, terutama di Cina, dan kemacetan baru dalam rantai pasokan global telah menghambat aktivitas ekonomi," kata dia.
Prospek ekonomi masih sangat tidak pasti. Gangguan lebih lanjut dalam pasokan gas alam ke Eropa dapat menjerumuskan banyak ekonomi ke dalam resesi dan memicu krisis energi global. Kondisi tersebut, menurutnya, hanya salah satu faktor yang dapat memperburuk situasi yang sudah sulit.
Asesmen terakhir IMF dalam Article IV pada Maret 2022 menunjukan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini 5,4%, lebih rendah dari prediksi bulan Januari sebesar 5,6%. Pertumbuhan ekonomi tahun depan diperkirakan mencapai 6%.
Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan lebih tinggi dari tahun lalu sebesar 3,7%. Sementara, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi tahun depan di rentang 5,3%-5,9%, sebagaimana tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023.
"Kami prediksikan untuk pertumbuhan tahun ini masih di rentang 4,9% hingga 5,4%. Tentu ini didukung konsumsi masyarakat yang akan terus pulih," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Jumat (1/7).
Pemulihan yang berlanjut ini didukung oleh mobilitas masyarakat yang terus pulih. Impor juga membaik yang memberi sinyal ekonomi domestik makin bergeliat. Sektor produksi juga membaik, salah satunya terindikasi dari konsumsi listrik yang meningkat.
Namun ia juga waspadai tekanan inflasi dapat mengganggu pemulihan. Kenaikan harga-harga bisa menggerus daya beli masyarakat. Tekanan ini juga bisa memaksa bank sentral mengerek bunga yang pada akhirnya meningkatkan biaya pinjaman dan menekan investasi.
"Jadi dua sumber pertumbuhan, yakni konsumsi dan investasi bisa terpengaruh oleh kondisi yang sekarang ini sedang berjalan, yaitu kecenderungan inflasi tinggi dan kemudian menyebabkan suku bunga naik," kata Sri Mulyani.