Masalah Berlapis, IMF Ramal Ekonomi Global Tahun Ini Makin Suram
Dana Moneter Internasional (IMF) akan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2022 yang akan dirilis pada akhir bulan ini. Sejumlah data terbaru menunjukkan prospek ekonomi dunia memburuk dengan risiko gejolak di perekonomian yang berlapis.
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini sebesar 3,6% pada laporannya pada April lalu, dan masih akan direvisi lebih rendah. Prospek April sebetulnya sudah dipangkas dari perkiraan Januari seiring pengaruh perang di Ukraina.
"Jika melihat beberapa data terbaru seperti sentimen manufaktur, inflasi yang jauh di atas target untuk banyak negara, prospek global jelas memburuk," kata Direktur Departemen Strategi, Kebijakan dan Review IMF Ceyla Pazarbasioglu dalam acara Gala Seminar - Monetary and Financial Sector Policy to Support Stability and Recovery di Nusa Dua, Bali, Minggu (17/7).
Bukan hanya itu, kekhawatiran utama saat ini adalah tekanan tersebut datang pada waktu yang bersamaan sehingga menimbulkan gejolak yang berlapis. Sekalipun berbagai tantangan tersebut bisa diatasi satu persatu, namun hubungan dan dampak antar permasalahan telah menimbulkan tantangan yang lebih berat.
Ceyla mengakui harga komoditas telah mulai stabil belum lama ini. Namun, kenaikan harga pangan justru meningkatkan harga minyak yang tentu memiliki implikasi bagi banyak negara. Salah satu dampaknya terlihat dari aliran modal ke negara berkembang yang disebut sudah menurun.
Tantangan lainnya datang dari perlambatan ekonomi Cina yang semakin suram. Pertumbuhan ekonomi Negara Tembok Raksasa ini hanya mencapai 0,4% secara tahunan pada kuartal kedua tahun ini, lambat dari pertumbuhan 4,8% pada kuartal sebelumnya.
Perlambatan di Cina menurutnya bisa berpengaruh ke negara lainnya di dunia. Di sisi lain, dampak pandemi juga belum benar-benar berakhir. "Jadi kejutan demi kejutan yang benar-benar memukul ekonomi global," kata dia.
Risiko resesi dunia juga telah meningkat akhir-akhir ini. Perusahaan Pialang Global Nomura Holdings memperkirakan, AS akan mulai masuk resesi pada akhir tahun ini. Negara lainnya yang diramal juga akan jatuh ke jurang resesi dalam 12 bulan ke depan yakni, Jepang, Inggris, Kanada, Australia, Korea Selatan, dan zona Eropa.
Resesi akibat inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga tak hanya mengancam ekonomi Amerika Serikat dan banyak negara maju, namun berpotensi meluas ke kawasan Asia. Dalam survei ekonom terbaru yang dilakukan Bloomberg, risiko resesi di beberapa negara Asia meningkat akibat inflasi tinggi
Negara yang paling mungkin masuk ke jurang resesi, yakni Sri lanka dengan probabilitas 85%, naik dari survei sebelumnya 33%. Ekonom juga menaikkan ekspektasi mereka terkait potensi resesi di Selandia Baru, Taiwan, Australia, dan Filipina masing-masing menjadi 33%, 20%, 20% dan 8%.