Bank Dunia Sentil G20 Lambat Bahas Restrukturisasi Utang Negara Miskin

Abdul Azis Said
10 Oktober 2022, 12:58
utang, negara miskin, utang negara miskin
ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi/hp/sad.
Ilustrasi.IMF mencatat lebih dari seperempat negara emerging telah gagal membayar utang atau kondisi pasar obligasinya semakin tertekan.

Bank Dunia menyoroti lambatnya pembahasan restrukturisasi utang negara miskin di bawah kerangka bersama G20. Negara-negara miskin diperkirakan menghadapi tagihan utang jatuh tempo hingga puluhan miliar dolar AS pada tahun ini,  lebih besar dari bantuan dari luar negeri yang bisa diharapkan.

"Kami bekerja sama erat dengan IMF dan G20 untuk mencoba memulai kembali dan memperkuat implementasi Kerangka Bersama G20 untuk pengurangan utang. Seperti yang diketahui, ini adalah proses yang sangat lambat," kata Presiden Bank Dunia David Malpass dalam sambutannya di pembukaan pertemuan tahunan Bank Dunia, dikutip Senin (10/10).

Ia mengingatkan bahwa tingkat utang di negara berkembang sudah tinggi saat ini. Utang jatuh tempo tahun ini dari negara miskin yang tergabung dalam Asosiasi Pembangunan Internasional (IDA) mencapai US$ 44 miliar. Nilainya lebih besar dari jumlah dukungan internasional yang mengalir ke negara-negara tersebut.

Bank Dunia mengkhawatirkan beban utang telah menggerus alokasi anggaran fiskal di banyak negara miskin. Ia mencontohkan, pembayaran utang telah mempengaruhi alokasi untuk kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, perubahan iklim dan alokasi lainnya. 

Oleh karena itu, Bank Dunia mengaku telah memperluas 'secara dramatis' dukungan untuk mengatasi masalah utang di negara-negara tersebut. Bank Dunia memiliki program IDA yang terdiri atas 74 negara termiskin yang mendapat bantuan berupa pinjaman tanpa bunga dan hibah. Bentuk bantuan lainnya adalah asistensi kepada negara-negara untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran dan memperluas basis pajak untuk mengerek penerimaan negara.

Sebelumnya, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva dalam keterangannya pekan lalu juga telah memperingatkan meningkatnya risiko krisis utang, terutama di negara emerging. Akumulasi utang di negara berkembang dan emerging telah meningkat seiring meningkatnya kebutuhan untuk menangani pandemi COvid-19. Kondisi ini makin menantang karena akumulasi utang terjadi di tengah pengetatan pasar keuangan global serta banyak negara berisiko gagal bayar alias default.

IMF mencatat lebih dari seperempat negara emerging telah gagal membayar utang atau kondisi pasar obligasinya semakin tertekan. Lebih dari 60% dari negara berpenghasilan rendah saat ini berada dalam risiko tinggi menghadapi tekanan hutang.

"Peningkatan risiko meluasnya krisis utang di negara-negara ini akan melukai masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan global," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam diskusi di Georgetown University, AS, Kamis (6/10).

"Untuk mengurangi risiko krisis utang, kreditur besar seperti Cina dan sektor swasta memiliki tanggung jawab untuk bertindak. Kerangka Kerja Umum G20 tersedia untuk mendukung resolusi utang bagi negara-negara berpenghasilan rendah," kata Georgieva.

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...