Ramai Masjid Al Jabbar, Apakah APBD Boleh untuk Bangun Rumah Ibadah?
Pembangunan Masjid Al Jabbar yang diketahui menghabiskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencapai Rp 1 triliun memunculkan perdebatan antara Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan warganet. Pembangunan masjid dinilai tak seyogyanya menggunakan dana APBD yang berasal dari pembayaran pajak berbagai kalangan masyarakat.
Kritikan itu kemudian direspons langsung Ridwan Kamil lewat akun Instagram resminya. Pria yang akrab disapa RK ini menjelaskan, penggunaan uang negara dalam pembangunan masjid megah tersebut merupakan kesepakatan bersama melalui forum Musrenbang.
Ia juga menegaskan, pembangunan rumah ibadah boleh menggunakan uang negara selama sudah disepakati eksekutif dan legislatif. Menurutnya, daerah lain dengan mayoritas agama tertentu juga menggunakan APBD sebagai sumber pembangunan rumah ibadahnya.
"'Niat saya bayar pajak bukan wakaf', betul, Kewajiban anda adalah membayar pajak, namun hukum positif mengatakan penggunaannya adalah wilayah kewenangan penyelenggara negara," kata RK dalam akun Instagramnya, dikutip Rabu (4/1).
Bolehkah menggunakan APBD/APBN untuk membangun masjid/rumah ibadah lainnya?
Ketentuan terkait pendirian rumah ibadah tertuang dalam peraturan bersama menteri agama dan menteri dalam negeri nomor 9 tahun 2006. Namun, beleid tersebut hanya mengatur aspek teknis berupa persyaratan pembangunan rumah ibadah, tanpa memuat ketentuan terkait sumber anggarannya.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menjelaskan, tidak ada ketentuan yang melarang pembangunan masjid memakai dana pemda. Namun, menurut dia, keputusan Pemprov Jabar itu tidak etis.
Trubus menyebut, dana APBD dikumpulkan dari masyarakat yang juga berlatar belakang majemuk, tidak dari satu agama tertentu. Oleh karena itu, peruntukan anggaran juga seharusnya untuk program atau pembangunan-pembanguan yang sifatnya majemuk.
Meski demikian, menurutnya, bukan berarti APBD tidak hadir sama sekali untuk pembangunan rumah ibadah. Uang negara dapat digunakan, tetapi hanya sebagai pemantik agar pembiayaan dari luar pemerintah mau masuk. Sumber dana lain juga dapat berasal dari umat maupun Dewan Masjid Indonesia.
Trubus menilai, masih ada beberapa kebutan infrastruktur lainnya di Jawa Barat yang lebih mendesak, seperti pembangunan jalan, fasilitas air minum hingga irigasi. "Kalau misalnya membangun masjid dengan angaran yang sebesar itu saya kira kebijakan yang terkesan diskriminatif dan kemudian memunculkan kecemburuan bagi lainnya," ujarnya.
Pembangunan Masjid Al Jabbar merupakan proyek multiyears atau tahun jamak. Proyek ini dimulai pada 2017, sebelum RK masih menjadi walikota Bandung dan Jawa Barat dipimpin oleh Ahmad Heryawan.
Berdasarkan penelusuran Katadata.co.id. pemerintah Jawa Barat beberapa kali menggelar lelang pengerjaan proyek Masjid Al Jabbar. Salah satu yang terbesar, yakni pada 2021, berupa pekerjaan tahun jamak pembangunan Masjid Raya Provinsi Jabar tahap ke-4 dengan pagu paket Rp 507 miliar. Pengerjaan proyek tersebut menggunakan APBD tahun 2020 dan 2021.
Selain itu, beberapa di antaranya yakni lelang pengerjaan tahap ketiga dilakukan pada 2020 dengan pagu Rp 35 miliar dan sumber dana APBD 2020. Kemudian lelang juga diadakan untuk membangun jalan akses masuk masjid dengan nilai Rp 6 miliar menggunakan APBD 2018.
Ridwan Kamil sendiri sebetulnya belum secara rinci menjelaskan terkait besaran dan komposisi sumber anggaran untuk pembangunan masjid Al Jabbar tersebut. Namun, Dinas Binar Marga Jawa Barat sempat menyebut pembangunan masjid mewah ini mencapai Rp 1,2 triliun.
Trubus pun mengusulkan agar Ridwan Kamil dan anggota DPRD Jawa Barat bertanggung jawab untuk menjelaskan sumber-sumber anggaran pada proyek tersebut secara terbuka kepada publik
Sementara itu, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan pembangunan fasilitas dan infrastruktur publik di daerah bisa berasal dari banyak sumber, salah satunya APBD. Pemda juga bisa membiayai proyek dengan penerbitan obligasi, melalui badan usaha milik daerah (BUMD), hibah, hingga kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Meski demikian, menurut dia, masjid yang termasuk fasilitas sosial relatif jarang bisa dibangun dengan sumber pembiayaan nonanggaran pemerintah, terutama KPBU yang melibatkan investasi swasta. Skema KPBU pada umumnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan tol, di mana pihak swasta dapat memperoleh imbal hasil dari investasinya, berbeda dengan fasilitas sosial yang pengembalian atau return-nya tidak pasti.
Selain APBD, menurut dia, sumber dana pembangunan masjid umumnya juga dari hibah seperti pembangunan masjid di Solo belum lama ini. Sumber dana tersebut berasal dari hibah dari Uni Emirat Arab (UAE) kepada Presiden Jokowi.