Deretan Kebijakan Perry Warjiyo, Calon Gubernur BI Periode ke-2
Presiden Joko Widodo mengusulkan Perry Warjiyo sebagai calon gubernur Bank Indonesia untuk periode keduanya melalui surat presiden (Surpres) yang disetorkan ke DPR kemarin, Rabu (22/2). Jika direstui Senayan, Perry akan menjadi sedikit dari daftar gubernur BI yang berhasil menjabat dua periode.
Jokowi beralasan kembali mengusulkan Perry karena mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini yang riskan jika dilakukan pergantian gubernur bank sentral. "Kami tidak ingin mengambil risiko fiskal dan moneter. Itu menjadi sangat-sangat penting dan kami harus menempatkan orang-orang yang memiliki jam terbang tinggi, memiliki pengalaman tinggi," kata Jokowi di Istana IKN Nusantara, Kamis (23/2).
DPR akan menggelar uji kepatutan dan kelayakan pada masa sidang berikutnya pada Maret mendatang. Sementara, masa jabatan Perry dijadwalkan habis pada 23 Mei atau tersisa tiga bulan lagi.
Perry bisa jadi salah satu dari sedikit daftar gubernur bank sentral yang menjabat untuk dua periode berturut-turut jika usulan presiden kemudian mendapat restu dari parlemen. Mantan gubernur BI sebelumnya yang pernah menjabat dua periode yakni Radius Prawiro dan Rachmat Saleh.
Lalu bagaimana sepak terjang Perry memimpin bank sentral selama lima tahun terakhir, terutama saat ada badai pandemi Covid-19? katadata.co.id merangkum lima catatan terkait kerja-kerja Perry pada periode pertamanya:
- Memangkas Suku Bunga ke Rekor Terendah
Perry memulai karirnya pada pertengahan 2018 dengan langsung mengerek suku bunga pada November 2018 hingga sempat menyentuh 6%. Namun, alat moneternya kemudian mulai dilonggarkan dengan memangkas suku bunga pada Juli 2019 karena inflasi menurun dan ada ancaman perlambatan ekonomi global.
Pandemi Covid-19 yang menahan mobilitas membuat Perry semakin melonggarkan kebijakannya dengan memangkas suku bunga. Ia memangkas suku bunga ke rekor terendah sepanjang sejarah di 3,5% dan mempertahankannya selama 17 bulan hingga Juli 2022.
BI pun mengubah kebijakan dengan mulai mengerek pada Agustus 2022 seiring meningkatnya tekanan inflasi akibat pemulihan ekonomi dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM. Jika melihat periode pertamanya, Perry memulai posisinya sebagai gubernur BI dan mengakhiri periode pertama dengan pola yang sama, yakni tren kenaikan suku bunga.
- Bagaimana Perry menjaga rupiah dan inflasi
Perry memulai kariernya sebagai gubernur BI pada 24 Mei 2018 dengan rupiah yang diperdagangkan di kisaran Rp 14.120 per dolar AS berdasarkan data Bloomberg. Rupiah melemah 10,3% dari posisi awal Perry menjabat hingga akhir tahun lalu.
Namun, pelemahan rupiah tidak bisa lepas dari dinamika pandemi Covid-19. Posisi hari ini di kisaran Rp 15.190 sudah cukup baik dibandingkan saat awal-awal pandemi Covid-19 yang sempat jatuh hingga Rp 16.400, amblas lebih 15% hanya dalam sebulan. Rupiah membaik seiring pandemi yang melandai dan ekonomi pulih pada 2021. Tekanan terhadap kembali meningkat sejak pertengahan tahun lalu seiring pengetatan moneter di AS.
Dari sisi inflasi, Perry sebenarnya mampu menjaga inflasi konsisten di bawah 4% jika tak ada kenaikan harga BBM September lalu. Pandemi Covid-19 yang menekan mobilitas dan konsumsi masyarakat membuat inflasi secara tahunan sempat menyentuh rekor terendahnya dalam 20 tahun pada Agustus 2020 di 1,32%.
- QRIS Lintas Negara hingga BI Fast
Harus diakui, Perry terkenal dengan gebrakannya di kebijakan sistem pembayaran yang semakin terakselerasi oleh pandemi. Setahun menjabat, Perry meluncurkan blue print sistem pembayaran (BSPI) 2025. Salah satu yang diluncurkan BI adalah QR Indonesia Standar (QRIS) pada 17 Agustus 2019. Melalui layanan tersebut, masyarakat bisa bertransaksi antar penyelenggara sistem pembayaran hanya dengan memindai QRIS.
Jumlah penggunanya pun terus bertambah mencapai sekitar 28 juta pada akhir tahun lalu dan ditargetkan terus naik menjadi 45 juta pada akhir tahun ini. QRIS bahkan kini sudah diperluas, bisa digunakan di Thailand dan segera menyusul Malaysia dan beberapa negara ASEAN lainnya, termasuk rencana kerja sama menyambungkan QRIS Indonesia dengan Cina, Jepang dan Arab Saudi.
Selain QRIS, BI juga meluncurkan infrastruktur pembayaran ritel pelengkap sistem kliring nasional BI (SKNBI) yang lebih cepat dan lebih murah. Biaya transfer dana dengan BI-Fast hanya Rp 2.500 per transfer. Dalam keterangan di G20 lalu, layanan BI-Fast juga berencana disambungkan dengan fast payment system empat negara ASEAN lainnya yang tergabung di ASEAN-5.
- Rupiah Digital
Pada masa Perry ini, BI tengah menggodok rencana penerbitan mata uang digital yang dinamai Proyek Garuda. Dalam consultative paper yang dirilis belum lama ini, rupiah digital akan diterbitkan dalam dua jenis, yakni wholesale atau grosir dan ritel.
Penerbitannya melalui tiga tahap meskipun belum diketahui pasti kapan inovasi ini meluncur. Tahapan awal berupa penerbitan rupiah berenis wholesale, kemudian dilanjutkan perluasan fungsi wholesale dan tahap akhir menghubungkan wholesale dengan rupiah ritel.
- Burden sharing yang kontroversial
Bank Indonesia ikut membantu menyediakan pembiayaan murah dengan memborong surat utang pemerintah di pasar perdana selama tiga tahun pandemi, sampai akhir tahun lalu. Pembiayaan murah maksudnya bunga utang yang dibeli BI jauh lebih rendah atau bahkan 0% agar pemerintah bisa punya dana selama pandemi tetapi tidak memberatkan.
BI sudah membeli lebih dari Rp 1.000 triliun surat utang pemerintah dari pasar perdana lewat tiga surat keputusan bersama (SKB) dengan Kementerian Keuangan. Skema burden sharing tersebut sempat menimbulkan kekhawatiran pasar terhadap independensi bank sentral.
"Namun semuanya terjawab bagaimana burden sharing itu untuk kepentingan ekonomi di dalam negeri, apalagi burden sharing itu dipakai untuk pemulihan ekonomi nasional dan menjaga harga obligasi pemerintah di dalam negeri stabil, sehingga kekhawatiran soal independen itu sudah minimal," kata ekonom senior KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana saat dihubungi sore ini.