PPATK: Transaksi Janggal Rp349 T Terkait Urusan Ekspor Impor dan Pajak
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK menyebut transaksi Rp 349 triliun yang sebelumnya ramai merupakan terkait tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Mayoritas dugaan pencucian uang itu berkaitan dengan urusan ekspor impor yang ditangani oleh Ditjen Bea dan Cukai serta pajak yang ada di bawah Ditjen Pajak.
Dalam beberapa temuannya, nilai tranksasi dalam satu kasus yang dicurigai mencapai puluhan bahkan sampai ratusan triliun.
Namun, ia menyebut bukan berarti kasus itu terjadi di instansi Kemenkeu. Laporan tersebut, kata dia, sama halnya ketika PPATK memberikan laporan dugaan korupsi ke KPK, dokumen itu bukan berisi kasus yang melibatkan pegawai KPK, melainkan bagian tugas KPK sebagai penyidik tindak pidana asal korupsi dan pencucian uang.
"Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di kementerian keuangan, ini jauh berbeda. jadi kalimat 'di kementerian keuangan' itu juga adalah kalimat yang salah," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Selasa (21/3).
Ia mengklarifikasi transaksi tersebut bukan terjadi di Kementerian Keuangan, seperti yang disebutkan Menkopolhukam Mahfud MD sebelumnya. "Jadi, Rp 349,8 triliun itu tidak semuanya bicara tentang tindak pidana yang dilakukan oleh kementerian keuangan, bukan di kementerian keuangan, tapi ini terkait tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal," kata Ivan.
Selain itu, total tranksasi lebih dari Rp 300 triliun itu juga termasuk kasus-kasus terkait perpajakan dan kepabenanan yang terjadi sejak 2009. Dengan demikian, beberapa kasus yang sudah selesai sebetulnya ikut terakumulasi dalam laporan tersebut.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklarifikasi bahwa sebagian besar dari transaksi janggal tersebut tak terkait dengan oknum pegawai Kemenkeu dan sudah ditindaklanjuti.
Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya pertama kali menerima surat dari PPATK pada 7 Maret 2023. Surat tersebut terdiri dari surat-surat PPATK kepada Irjen Kemenkeu dari 2009 hingga 2023. Total terdapat 196 surat yang berisikan nomer surat, tanggal, nama-nama orang terkait, dan tindak lanjut, tanpa nilai transaksi.
"Terhadap surat itu, Irjen Kemenkeu sudah melakukan semua langkah. Ini termasuk Gayus, ada yang terkena sanksi penjara atau turun pangkat, Kami menggunakan PP Nomor 94 tahun 2010 mengenai ASN," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Menko Polhukan, Senin (20/3).
Sri Mulyani mengaku belum mendapatkan surat yang berisi angka transaksi mencurigakan hingga 11 Maret 2023 saat menggelar konferensi pers di kantornya dengan Mahfud MD. Ia baru menerima surat dari PPATK dengan tebal 14 halaman yang berisi rekapitulasi data hasil analisis dan pemeriksaan, serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi untuk Kenenkeu pada 2009-2023 pada 13 Maret 2023.
"Lampirannya ada 300 surat dengan nilai transaksi Rp 349 triliun," kata dia.
Sri Mulyani pun menjabarkan, 65 surat dari 300 surat tersebut berisi informasi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan perseorangan. Surat-surat ini dikirimkan PPATK ke Kementerian Keuangan karena menyangkut tugas Kemenkeu dalam mengawasi ekspor dan impor.
"Surat ini nilainya Rp 253 triliun. Artinya, PPATK menenggarai adanya transaksi si perekonomian, entah perdagangan atau pergantian properti . Ini dikirimkan ke Kemenkeu untuk ditindaklanjuti," ujarnya.