Mahfud MD Sebut Sri Mulyani Keliru Bocorkan Pemilik Transaksi Jumbo
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang membocorkan beberapa inisial nama terkait transaksi jumbo minggu lalu menyalahi aturan. Hal itu disampaikannya sebagai pembelaan terkait pernyataan temuan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun.
Dalam konferensi pers di kantor Mahfud MD 20 Maret lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat membocorkan beberapa inisial sebagai contoh temuan transaksi mencurigakan bernilai triliunan rupiah di bidang perpajakan.
Transkasi itu merupakan hasil laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang kemudian disandingkan dengan data di Ditjen Pajak dan ditemukan perbedaan angka signifikan.
"Saya tidak sebut nama, yang menyebut tiga inisial itu bukan saya, bu menteri keuangan. Itu tanyakan beliau, justru salahnya di situ," kata Mahfud dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI, Rabu (29/3).
Hal itu disampaikannya sebagai pembelaan setelah sebelumnya beberapa anggota Komisi III dalam rapat dengan PPATK pekan lalu mempertanyakan boleh tidaknya Mahfud membuka data PPATK ke publik. Namun Mahfud menyebut angka yang disampaikannya adalah angka agregat.
Menurutnya, dalam ketentuan yang ada, data yang tidak boleh diungkap ke publik menyangkut identitas seseorang, nama perusahaan, nomor akun, profil entitas yang melakukan transaksi, pihak terlapor, nilai hingga tujuan transaksi.
"Saya tidak sebut apa-apa, hanya menyebut angka agregat," kata dia.
Mahfud pada 8 Maret lalu sempat mengungkapkan ada temuan transaksi mencurigakan Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan saat kunjungannya ke Yogyakarta. Belakangan pernyataannya itu menuai sorotan publik. Kemenkeu mengaku baru menerima surat terkait temuan PPATK itu beberapa hari setelah ramai pernyataan Mahfud.
Terbaru, Kemenkeu dalam rapat dengan Komisi XI awal pekan ini mengatakan angkanya sebesar Rp 349 triliun terkait transaksi perpajakan dan kepabeanan. Hal ini berkaitam dengan peran Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal. Di sisi lain, hanya sekitar Rp 3,3 triliun dari transaksi itu yang disebut berkaitan dengan pegawai Kemenkeu.
Sri Mulyani pun sempat bertemu langsung dengan Mahfud pada 20 Maret lalu untik membicarakan ramai transaksi ratusan triliun itu. Setelah rapat dengan Mahfud itu kemudian Sri Mulyani menggelar konferensi pers yang dalam salah satu bagiannya membocorkan beberapa inisial. Inisial tersebut disampaikannya sebagao contoh temuan yang ada dalam surat yang disetorkan PPATK ke Kemenkeu.
Inisial yang disinggungnya yakni SB. Ia menyebut dalam laporan PPATK, figur tersebut diketahui memiliki omzet usaha mencapai Rp 8,25 triliun. Angkanya berbeda dengan yang dilaporkan dalam SPT tahunan pajaknya sebesar Rp 9,68 triliun.
Surat PPATK itu juga mengungkap bahwa SB memiliki saham di PT BSI. Data PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp 11,77 triliun selama 2017-2019. Nilainya lebih kecil dari yang dilaporkan dalam SPT tahunan pajaknya Rp 11,56 triliin.
"Perbedaannya Rp 212 miliar itupun tetap dikejar, dan kalau memang buktinya nyata maka perusahaan itu harus membayar denda 100%," kata Sri Mulyani saat itu.
Selain itu, Sri Mulyani juga membeberkan terkait temuan pihak lainnya yakni PT IKS. Selama 2018-2019, transaksi di perusahaan itu mencapai Rp 4,8 triliun berdasarkan data PPATK, jauh lebih besar dari laporan di SPT sebesar Rp 3,5 triliun.
Selain SB dan IKS, Sri Mulyani juga membocorkan sosok DY yang dalam laporan PPATK juga punya transaksi jumbo tak wajar. Dalam laporan SPTnya, DY mengaku punya harta Rp 38 miliar. Namun catatan transaksinya dalam laporan PPATK mencapai Rp 8 triliun.