Cina Gantikan Amerika Berikan Utang ke Negara Miskin dan Berkembang
Cina disebut-sebut menggantikan Amerika Serikat sebagai negara donor yang memberikan pinjaman kepada negara-negara yang menghadapi krisis. Cina diperkirakan meminjamkan lebih dari US$ 500 miliar untuk negara-negara krisis dan negara-negara berkembang.
Raksasa Asia Timur itu telah menggantikan Amerika Serikat dan dianggap sebagai kreditur pilihan terakhir (lender of last resort).
Menurut studi lembaga riset AS AidData pada Maret 2023, Cina diperkirakan menyalurkan US$ 40,5 miliar dari pendanaan darurat tersebut ke negara-negara yang tertekan pada 2021.
Cina menyalurkan kira-kira 80% dari dana talangan tersebut antara 2016 dan 2021. Sebagian besar masuk ke negara-negara berpendapatan menengah, termasuk Argentina, Mognoloia, dan Pakistan.
“Beijing pada akhirnya berusaha menyelamatkan bank-banknya sendiri. Itulah kenapa mereka masuk ke bisnis dana talangan internasional yang berisiko ini,” kata Carmen Reinhart, eks kepala ekonom Bank Dunia dan salah satu penulis studinya, pada situs web AidData.
New York Times menulis, Cina telah menggantikan AS dalam memberikan dana talangan ke negara berpendapatan rendah dan menengah yang terlilit utang. Dana talangan besar terakhir dari AS ke negara berpendapatan menengah mencapai US$ 1,5 miliar pada 2002 ke Uruguay.
Cina menjadi kreditur bilateral terbesar di dunia, seiring dengan program pendanaan infrastruktur Belt & Road Initiative (BRI) yang telah melibatkan lebih dari 150 negara.
Menurut Brad Parks dari AidData seperti dikutip Financial Times , Cina bahkan diperkirakan meminjamkan US$ 1 triliun lewat BRI.
Para pejabat Amerika menuduh Cina melakukan diplomasi jebakan utang yang bermuara ke utang berlebihan untuk proyek konstruksi oleh perusahaan asal negaranya. New York Times menyebutkan perusahaan Cina juga sering menggunakan insinyur, pekerja, dan peralatan dari negaranya.
Para peneliti di balik studi yang dirilis AidData menulis, Cina mengenakan bunga 5% untuk pinjaman daruratnya. Ini jauh lebih tinggi dari bunga 2% yang dikenakan oleh Dana Moneter Internasional (IMF).
“Kami melihat kemiripan historis dengan ketika AS mulai bangkit sebagai kekuatan finansial global, sejak 1930-an ke depan dan terutama setelah Perang Dunia II,” kata Christoph Trebesch, salah satu penulis studinya.
Cina juga telah memperluas pengaruhnya dan mengurangi ketergantungan negara-negara debiturnya terhadap dolar AS. Menurut New York Times , lebih dari 90% dana talangan Cina diberikan dalam bentuk renminbi.
Kini Cina tengah menghadapi tekanan dari banyak negara dan institusi multilateral untuk memberikan restrukturisasi utang ke debiturnya yang tertekan. Cina bersedia untuk menegosiasikan restrukturisasi menggunakan Kerangka Kerja Bersama (Common Framework) Kelompok 20 (G20).