Sri Mulyani Ramal Ekspor Indonesia Kembali Menguat Tahun Depan
Penurunan harga komoditas menyebabkan kinerja ekspor Indonesia menurun beberapa bulan terakhir. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis ekspor akan kembali moncer pada tahun depan.
"Pertumbuhan ekonomi global dan perdagangan internasional yang membaik, maka kinerja ekspor juga diharapkan kembali menguat di tengah prospek ekonomi dunia yang diperkirakan sedikit lebih baik pada tahun depan," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (30/5).
Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan terakselerasi dari 2,8% pada tahun ini menjadi 3% pada tahun depan. Hal ini sejalan dengan kemungkinan tekanan inflasi mereda karena harga-harga komoditas mulai turun. Daya beli masyarakat global khususnya di negara maju diharapkan meningkat seiring tekanan harga mulai mereda.
Volume perdagangan global juga diperkirakan meningkat pada tahun depan. Sri Mulyani meramalkan pertumbuhannya 3,5%, dari tahun ini hanya akan tumbuh 2,4%.
Kinerja moncer ekspor Indonesia tahun depan menurutnya juga didukung komitmen hilirisasi yang makin kuat. Dengan begitu, daya saing produk ekspor Indonesia akan meningkat.
Tak hanya dari sisi ekspor, Sri Mulyani melihat prospek ekonomi Indonesia tahun depan secara umum juga lebih baik. Pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%-5,7% dalam RAPBN 2024.
Daya beli masyarakat diperkirakan terjaga seiring inflasi yang semakin melandai. Selain itu, daya beli ini juga ditopang ketersediaan lapangan kerja yang makin banyak karena aktivitas ekonomi makin menggeliat dan investasi dunia usaha juga meningkat. Dengan terjaganya daya beli tersebut, Sri Mulyani optimistis konsumsi akan menguat tahun depan.
"Penyelenggaraan Pemilu 2024 dan Pilkada serentak juga diperkirakan turut mendorong aktivitas perekonomian," ujarnya.
Tren Pelemahan Ekspor 2023
Penurunan harga komoditas berpotensi menggerus penurunan nilai ekspor di samping pelemahan ekonomi dunia yang juga bisa menekan volume ekspor. Nilai ekspor Indonesia pada April menyentuh rekor terendah dalam 15 bulan terakhir menjadi US$ 19,29 miliar. Lesunya ekspor pada bulan lalu disebabkan oleh penurunan harga beberapa ekspor unggulan Indonesia.
Ekspor Indonesia pada April turun 17,6% dibandingkan bulan sebelumnya, penurunan secara bulanan paling dalam selama hampir setahun terakhir. Namun, penurunan ekspor secara bulanan memang sudah terjadi sejak September tahun lalu, kecuali pada Maret tahun ini.
"Ini merupakan pola musiman karena adanya momentum libur Lebaran," kata Deputi Bidang Metodologi dan informasi Statistik BPS Imam Machdi dalam konferensi pers, Senin (15/5).
Komoditas nonmigas dengan penurunan paling dalam pada bulan lalu yakni logam mulia dan perhiasan atau permata yang turun 52,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Bukan hanya berdasarkan nilainya, BPS juga mencatat volumenya juga turun. Penurunan tersebut terutama untuk tujuan ke Swiss, Jepang dan Singapura.
Selain perhiasan, barang lainnya yang turun paling dalam yakni bahan bakar mineral sebesar 12,04%. Tiga komoditas lainnya yang mencatat penurunan nilai ekspor paling dalam secara berurutan yakni lemak dan minyak hewan atau nabati sebesar 20,45%, kendaraan dan bagiannya 34,16% serta ekspor mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya turun 18,34%.