Pertemuan Menkeu ASEAN di Jakarta Pekan Ini Bahas Lesunya Ekonomi Cina
Perlambatan ekonomi Cina menjadi salah satu dinamika ekonomi global yang menjadi topik diskusi para menteri keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN dalam pertemuan di Jakarta pekan ini. Sejumlah data menunjukkan pembukaan ekonomi Cina setelah Covid-19 berjalan lambat dan utang sektor properti menambah beban ke perekonomian terbesar kedua dunia itu.
Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Kemenkeu Yogi Rahmayanti mengatakan, pertemuan menkeu dan gubernur bank sentral pekan ini akan membahas berbagai dinamika global saat ini yang berjalan cepat dan tidak dapat diprediksi.
"Mereka akan membahas berbagai tantangan yang banyak, akibat perang Rusia-Ukraina, kebijakan suku bunga di Amerika Serikat, kemudian juga adanya indikasi perlambatan ekonomi di Cina. Ini yang para menkeu dan gubernur bank sentral akan diskusikan," ujarnya dalam media briefing di Jakarta, Senin (21/8).
Diskusi akan diarahkan bagaimana negara-negara di kawasan bisa mengantisipasi sejak dini potensi rambatan dari perlambatan ekonomi Cina. Hal ini seiring peran Cina yang merupakan mitra dagang penting bagi ASEAN.
Direktur Departemen Internasional BI Iss Savitri Hafid mengatakan, pembahasan terkait kondisi ekonomi global akan dibahas pada pertemuan pekan ini, khususnya kondisi ekonomi Cina dan India. Alasannya, meski Cina dihadapkan risiko perlambatan ekonomi, sumber pertumbuhan yang masih menjanjikan datang dari India.
"Kami juga sudah minta IMF, ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) untuk memberikan kajiannya terkait hal itu agar bisa kami bahas dan menjadi bahan diskusi para gubernur bank sentral dan menkeu," ujarnya dalam acara yang sama dengan Yogi.
Kekhawatiran perlambatan ekonomi Cina telah menjadi kekhawatiran dunia saat ini. Sejumlah data mendukung ekspektasi tersebut seperti penurunan harga-harga, penurunan ekspor hingga kinerja manufaktur yang terkontraksi. Perekonomian Cina juga kembali terbebani kekhawatiran krisis properti Cina dengan banyak pengembang besar Cina terjerat utang segunung.
Beberapa ekonom memperingatkan perlambatan di Cina bisa berdampak ke dalam negeri melalui defisit neraca pembayaran yang turun. Hal ini dipicu penurunan ekspor Indonesia ke Cina sehingga surplus dagang bisa berkurang. Selain itu, lesunya ekonomi akan mengurangi kunjungan wisatawan asing asal Cina ke dalam negeri sehingga surplus neraca transaksi jasa juga menyusut.
Namun, kementerian Keuangan tampaknya tidak begitu khawatir. Ini karena Indonesia dari sisi ekonomi domestik terpantau masih resilien terhadap guncangan eksternal tersebut. "Kita masih melihat ada peluang untuk mendapatkan dampak positif dari pembukaan kembali ekonomi Cina," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu, Febrio Kacaribu, Jumat (11/8).