Capres Ganjar Pranowo Dorong Otoritas Tahan Pelemahan Rupiah
Calon presiden Ganjar Pranowo mendorong otoritas keuangan untuk segera menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Hal ini ia sampaikan menanggapi pelemahan kurs rupiah yang terjadi dalam sepekan terakhir dan hampir menyentuh Rp 16 ribu per dolar Amerika Serikat.
Pelemahan mata uang Garuda, menurut dia, karena faktor global atau eksternal. Kondisi ini dapat mengganggu perekonomian nasional.
"Otoritas harus segera memitigasi pelemahan rupiah agar normal kembali. Saya kira itu yang harus dilakukan dengan cepat," kata Ganjar kepada Katadata.co.id, Selasa (24/10).
Bank Indonesia sebelumnya menyebut pelemahan rupiah disebabkan oleh konflik geopolitik. Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung mengatakan perang antara Israel dan Hamas berpotensi mendorong kenaikan harga energi dan pangan.
Hal tersebut kemudian menyebabkan peningkatan laju inflasi di dunia, termasuk di negara-negara maju seperti AS dan negara-negara Eropa. Pada saat yang sama, AS telah secara eksplisit akan mendukung perang yang terjadi di Ukraina maupun Israel.
Dengan demikian, Negeri Paman Sam membutuhkan pembiayaan politik dan keamanan yang akhirnya mendorong imbal hasil atau yield obligasi pemerintah AS.
Situasi ini pun tercermin pada volatilitas arus modal di dalam negeri dalam satu-dua bulan terakhir. Hal ini juga berdampak pada pelemahan nilai tukar mata uang secara global, termasuk rupiah.
“Karena yield AS meningkat, sehingga terjadi penguatan dolar AS. Mata uang negara lain, baik di negara maju maupun emerging markets, termasuk Indonesia, mengalami volatilitas yang sangat tinggi,” kata Juda kemarin.
Senada, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penguatan nilai tukar dolar AS terjadi di seluruh dunia terhadap semua mata uang. Namun, pemerintah belum berencana melakukan aksi tambahan untuk merespon pelemahan rupiah.
"Ya, kami monitor saja pelemahan nilai tukar rupiah tersebut," kata Airlangga.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut pelemahan rupiah berpotensi mengganggu daya saing industri manufaktur nasional. Pada saat yang sama, kondisi ini akan membawa keuntungan bagi eksportir lokal.
Para eksportir dapat memperoleh keuntungan dari selisih kurs tersebut. Namun di sisi lain, mayoritas industri manufaktur masih memperoleh mayoritas bahan baku dari luar negeri.
Karena itu, pelemahan rupiah dapat menaikkan biaya produksi yang akhirnya menggerus daya saing industri nasional. "Kami melihat pasar ekspor global pada tingkat tertentu sedang terganggu akibat pelemahan daya beli masyarakat," kata Agus kemarin.