Kemenkeu soal Rupiah Melemah: Banyak Negara Lain yang Lebih Buruk
Nilai tukar rupiah melemah dan sempat mendekati level 16.000 per dolar AS pada perdagangan kemarin (24/10). Meski demikian, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu menilai posisi rupiah masih lebih baik dibandingkan banyak negara lainnya.
Febrio mengatakan pemerintah terus berkominkasi erat dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk menjaga dampak pelemahan rupiah tersebut. Rupiah sepanjang tahun ini juga sebenarnya hanya melemah dikisaran 1% terhadap dolar AS.
"Jadi, walaupun rupiah terdepresiasi ke Rp 15.800 per hari ini, Selasa (24/10), itu depresiasinya hanya sekitar 1%. Banyak negara lain yang mata uangnya sudah terdepresiasi 8-10%," kata Febrio di Hotel Mandarin Oriental, Selasa (24/10).
Nilai tukar rupiah sempat melemah mendekati 16.000 per dolar AS pada perdagangan kemarin dan ditutup di level 15.934 per dolar AS. Namun, rupiah bergerak menguat pada hari ini dan ditutup di level 15.831 per dolar AS setelah BankI Indonesia mengambil langkah intervensi.
Febrio menilai, kondisi pelemahan rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang lainnya. Ia menganalisis penyebab melemahnya rupiah disebabkan oleh faktor eksternal.
Ia menjelaskan, nilai tukar rupiah susut lantaran dolar Amerika Serikat menguat. Hal tersebut disebabkan dengan menguatnya yield obligasi pemerintah Amerika Serikat. Dengan demikian, dolar Amerika Serikat yang tersebar di negara berkembang kembali ke Negeri Paman Sam.
Febrio mengatakan, langkah tersebut dilakukan lantaran pemerintah Amerika Serikat membutuhkan dana untuk menutupi defisit anggaran negaranya yang melebar tajam. Menurutnya, fenomena tersebut telah dipahami oleh pemerintah maupun Bank Indonesia
Kementerian Keuangan Amerika Serikat meramalkan defisit pada 2023 mencapai US$ 1,69 triliun. Angka tersebut naik US$ 320 miliar atau 23% secara tahunan dari defisit tahun lalu senilai US$ 1,38 triliun."Otoritas moneter maupun pemeirntah dan otoritas fiskalnya, kami memahami bersama kondisi tersebut dan kami koordinasi untuk menghadapi ketidakpastian itu," katanya.
APBN Masih Aman
Febrio juga menegaskan APBN 2023 masih dan akan aman walau rupiah terus melemah. Ia masih memperkirakan defisit APBN 2023 akan lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 2,3% terhadap PDB.
Ia menerangkan proyeksi penerimaan negara juga masih sejalan dengan rencana awal tahun. Realisasi pendapatan negara hingga Agustus 2023 mencapai Rp1.829 triliun, naik 3,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pendapatan negara juga sudah terealisasi 74% dari target.
Febrio menyebutkan, hal tersebut terjadi lantaran kebijakan pengelolaan manajemen tahun ini adalah disiplin dan fleksibel. Alhasil, daya serap guncangan pada APBN masih cukup untuk menyerap dinamika pasar, termasuk tumbuhnya harga minyak bumi.
Berdasarkan data Investing, harga minyak mentah WTI berjangka mencapai US$ 85,2 per barel atau susut 3,3% secara tahunan. Sementara itu, harga minyak mentah Brent turun 6,63% menjadi US$ 89,55 per barel.
"Tahun lalu harga minyak mentah di atas US$ 100 per barel, tapi defisit APBN turun juga. Lagi-lagi, ini ruang serap APBN yang harus kami kelola," ujarnya.