Apakah Indonesia Bisa Menjadi Negara Maju pada 2045? Ini Kata Ekonom

 Zahwa Madjid
2 November 2023, 21:11
Tim LPEM UI menilai Indonesia mengalami deindustrialisasi dini atau premature deindustrialization di mana proporsi sektor manufaktur menurun sejak krisis ekonomi 1998.
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/tom.
Tim LPEM UI menilai Indonesia mengalami deindustrialisasi dini atau premature deindustrialization di mana proporsi sektor manufaktur menurun sejak krisis ekonomi 1998.

Indonesia memiliki mimpi untuk menjadi negara maju pada tahun 2045. Ini seiring dengan adanya bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada 2030. 

Hal tersebut disampaikan Presiden RI Joko Widodo  (Jokowi) dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda, yang diunggah melalui akun media sosial Instagram @jokowi, pada Sabtu (28/10). 

"Indonesia memiliki peluang besar dalam mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045 berupa bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2030-an. Saat itu penduduk usia produktif kita melimpah," ujar Jokowi.

 Namun, potensi Indonesia terjebak dalam middle income trap juga masih sangat besar. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Cina, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, dan Brasil ketika mereka pertama kali masuk kelompok upper middle income,  Indonesia belum memenuhi syarat perlu dan syarat cukup untuk menuju negara berpendapatan tinggi. 

Dokumen White Paper yang diterbitkan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), pada bagian Menavigasi Jalan Indonesia Menuju 2045: Kesetaraan dan Mobilitas Ekonomi yang ditulis Teguh Dartanto dan Canyon Keanu Can, menunjukkan hal itu. Tulisan itu menjelaskan perbandingan antara kondisi Indonesia dan negara-negara tersebut.

Peluang Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi di tahun 2045 sangat kecil karena Indonesia belum memiliki beberapa kondisi dasar pendorong kemajuan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Korea  mencapai 12%, Cina 10,6%, Malaysia 6,8%, dan Thailand 7,5% jauh di atas Indonesia yang hanya berkisar 5%. 

Kemajuan ekonomi negara-negara tersebut, kecuali Brasil, ditopang oleh sektor manufaktur di mana kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 28% untuk Korea Selatan, 30% untuk Malaysia, dan 32% untuk Cina. 

“Selain itu, negara-negara tersebut juga memiliki keterbukaan ekonomi yang ditunjukkan oleh rasio ekspor terhadap PDB yang cukup tinggi,” kata Teguh dan Canyon dalam risetnya.

Tim LPEM UI menilai Indonesia mengalami deindustrialisasi dini atau premature deindustrialization  di mana proporsi sektor manufaktur menurun sejak krisis ekonomi 1998. Deindustriliasi dini menghambat transformasi ekonomi serta menghambat perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian yang rendah produktivitasnya ke sektor manufaktur yang lebih tinggi produktivitasnya. 

Sebelum krisis Asia, produktivitas Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di kawasan. Bahkan, lebih tinggi daripada Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Cina. Akan tetapi, saat ini Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan total faktor produktivitas sehingga produktivitas Indonesia termasuk yang terendah di Asia. 

“Salah satu indikator penting untuk menjadi negara berpendapatan tinggi adalah persentase ekspor barang teknologi  yang lebih tinggi dibandingkan persentase ekspor manufaktur,” ujar Teguh dan Canyon.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menyebut negara-negara yang sudah maju bisa dilihat dari bagaimana mereka mendorong sektor industri manufaktur sebagai salah satu mesin pertumbuhan ekonomi mereka. “Salah satu negara yang sudah banyak dijadikan contoh adalah Korea Selatan, yang berupaya mendorong industrialisasi di dalam negeri melalui beragam cara dan periode,” kata Yusuf pada Katadata.co.id, Kamis (2/11).

Setelah pertumbuhan ekonomi Korea Selatan terlihat mengalami peningkatan yang signifikan dan kebersamaan dengan proses industrialisasi tersebut. Masyarakat pekerja dari Korea Selatan juga menikmati peningkatan kesejahteraan karena industrialisasi pada masa itu bisa mendorong peningkatan upah yang signifikan secara bertahap. 

“Jadi, saya kira upaya mendorong industri manufaktur merupakan salah satu cara untuk menjadi negara yang lebih maju,” katanya.

Selain itu, Yusuf mengatakan, untuk menjadi negara maju Indonesia harus melihat aspek pembiayaan. Misalnya, seberapa murah ongkos pembiayaan di dalam negeri. Saat ini rata-rata bunga kredit di dalam negeri itu relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara yang setara dengan Indonesia, seperti Malaysia ataupun Thailand.

“Uang atau penyaluran kredit itu bagaikan darah di dalam tubuh manusia sehingga upaya mendorong perekonomian agar bisa bergerak atau mesinnya itu berjalan tentu harus dilakukan dengan menyalurkan kredit yang lebih banyak,” kata Yusuf.

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...