BPS: Pertumbuhan Ekonomi RI Melorot Tertekan Kinerja Ekspor Impor
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% pada kuartal ketiga tahun ini. Dalam perhitungan tahunan, angka tersebut lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini 5,17%, dan lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu, yakni 5,73%.
Berdasarkan komponen pengeluaran, pertumbuhan ekspor tercatat -4,26% pada kuartal ketiga tahun ini. Tak hanya ekspor, komponen impor juga terkontraksi 6,18%.
Kinerja ekspor lebih buruk dibanding kuartal kedua tahun ini yang tercatat -2,97%. Kinerja ekspor juga merosot drastis dibanding kuartal ketiga tahun lalu yang tercatat tumbuh 19,41%.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan komponen terkontraksi pada ekspor barang nonmigas, seperti bahan bakar mineral, lemak, dan mineral hewan atau nabati, dan mesin atau peralatan listrik.
"Selain itu ekspor juga terkontrasi pada barang migas, seperti gas alam, hasil minyak dan minyak mentah," ujar Amalia dalam Konferensi Pers Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal III 2023, Senin (6/11).
Sementara itu, ekspor jasa tumbuh positif, seiring peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dan devisa masuk dari luar negeri.
Amalia mengatakan, berdasarkan besaran produk domestik bruto (PDB) pada kuartal ketiga tahun ini atas dasar harga berlaku adalah Rp 5.296 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar Rp 3.124,9 triliun.
"Ekonomi Indonesia kuartal ketiga 2023 tumbuh 1,6% secara kuartalan," ujar Amalia.
Dia menjelaskan ekonomi Indonesia tumbuh di tengah melambatnya perekonomian global, terjadinya perubahan iklim, dan menurunnya harga komoditas ekspor unggulan. kinerja ini mencerminkan resiliensi ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam perhitungan kuartalan lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pola yang biasa terjadi pada tahun sebelumnya. Menurut Amalia, pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga selalu lebih rendah dibanding kuartal kedua, kecuali pada 2020 saat pandemi Covid-19 terjadi.
Berdasarkan komponen pengeluaran, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar masih berasal dari konsumsi rumah tangga. Komponen ini tumbuh 5,06% dan berkontribusi 52,62% terhadap PDB.
"Konsumsi rumah tangga ini relatif kecil dibanding kuartal lalu, karena sudah mencapai puncaknya pada kuartal kedua," kata Amalia.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tertinggi terjadi pada transportasi dan komunikasi. Ini tercermin dari peningkatan penjualan sepeda motor dan penumpang angkutan rel, laut, dan udara, serta restoran dan hotel. Selain itu, tingkat hunian kamar hotel juga meningkat.
Selanjutnya, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh 5,77% atau menyumbang 29,68% terhadap PDB.
"PMTB tumbuh positif didorong oleh pertumbuhan barang modal bangunan, kendaraan, sumber daya hayati yang dibudidayakan, serta produk kekayaan intelektual," kata Amalia.
Rinciannya, barang modal jenis bangunan tumbuh signifikan, tercermin dari meningkatnya nilai konstruksi. Pertumbuhan barang modal jenis kendaraan juga naik, tercermin dari peningkatan impor kendaraan berupa pesawat terbang dan kapal laut yang naik signifikan. Belanja modal pemerintah juga tumbuh positif.
Kemudian, Konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) juga tumbuh 6,21% dan menyumbang 1,21% terhadap PDB. Komponen ini didorong peningkatan aktivitas partai politik, seperti rakernas, rakerda, dan konsolidasi nasional.
Kinerja konsumsi pemerintah -3,76%, dan berkontribusi 7,16% terhadap PDB. Pasalnya, terjadi penurunan belanja pegawai, belanja barang, dan belanja bantuan sosial.
"Seperti diketahui, terjadi pergeseran gaji ke-13 pada tahun ini. Pada 2022, gaji diberikan pada kuartal ketiga, sedangkan tahun ini diberikan pada kuartal kedua," ujar Amalia.