Chatib Basri Sebut RI Perlu Suntikan Investasi Asing Rp 1.800 Triliun
Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri berharap, siapapun yang akan terpilih menjadi Presiden 2024 dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan penerimaan pajak.
Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi RI di atas 6%, menurut Chatib, penerimaan pajak perlu ditingkatkan agar rasio pajak dengan pendapatan produk domestik bruto (PDB) juga mengalami peningkatan.
Selain itu, Chatib juga mengungkapkan cara lain dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu dengan adanya tambahan investasi baru. Misalnya, melalui penggunaan sumber pembiayaan baru baik dari dalam maupun luar negeri.
Hal ini berdasarkan teori perekonomian incremental capital output ratio atau ICOR. Secara sederhana, teori tersebut mengungkapkan bahwa besaran penambahan investasi diperlukan untuk meningkatkan atau menambah output.
Chatib menyebut, rasio ICOR Indonesia berada di level 6,8%. Artinya, jika ekonomi Indonesia ingin tumbuh 7%, maka dibutuhkan investasi terhadap PDB sebesar 7% dikali 6,8 menjadi sekitar 47%.
"Masalahnya, investasi terhadap PDB ini butuh uang, tidak bisa investasi kalau nggak ada uang. Tabungan domestik atau gross domestic savings terhadap GDP itu angkanya 36% dari angka bank dunia. Kalau kebutuhan investasi itu 47% terhadap PDB, sementara tabungan domestik 36%," terangnya.
Dengan begitu, ada gap atau kesenjangan karena ketersediaan dana di dalam negeri tipis sehingga harus mencari dari luar. Adapun besaran investasi asing yang diperlukan adalah 11% dari PDB. Jika dikalikan PDB Rp 1.600 triliun, maka diperlukan tambahan investasi asing Rp 1.800 triliun.
Untuk itu, ia menilai opsi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi kesenjangan atau gap dari kurangnya jumlah sumber dana dari dalam negeri adalah dengan menggaet investor asing.
“Jadi siapapun yang menjadi pemerintah pada 2024-2029, harus buat investasi asing masuk. Dia harus friendly sama investor. Artinya regulasi harus streamline, debirokratisasi, investment climate harus baik,” ujar Chatib.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mencatatkan Surplus APBN selama enam bulan bulan beruntun ditopang oleh penerimaan negara yang tumbuh kuat. Kemenkeu mengumpulkan pendapatan negara Rp 1.407,9 triliun atau setara dengan 57,2% dari target tahun ini. Pendapatan tersebut tumbuh 5,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, penerimaan pajak pada semester pertama 2023 tercatat Rp 970,2 triliun atau sebesar 56,5% dari target tahun ini. Pencapaian itu terutama disumbangkan dari Pajak Penghasilan Badan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri yang masih tumbuh dua digit.
Beberapa Minggu lalu, Presiden Joko Widodo merombak rincian anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2023. Tercatat, target pendapatan pajak dalam negeri naik menjadi Rp 2.045 triliun. Padahal dalam Perpres No.130/2022 angkanya Rp 1.963 triliun.