Kejar Pertumbuhan Kredit, BI Tebar Bonus Likuiditas Rp 20 T Awal 2024
Bank Indonesia akan mempertahankan pelonggaran kebijakan makroprudensial pada 2024 mendatang. Salah satunya dengan meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial untuk mendorong pembiayaan kredit ke sektor prioritas.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya akan menggelontorkan likuiditas lagi senilai Rp 20 triliun pada awal tahun 2024 untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor prioritas.
“Seluruh insentif likuiditas Rp 159 triliun dengan tambahan sekitar Rp 20 triliun dapat dimanfaatkan oleh perbankan. Instrumen makroprudensial lainnya tetap longgar hingga desember 2024,” ujar Perry dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Jakarta, Rabu (30/11).
Selain itu, Perry juga mengatakan Bank Indonesia akan melakukan penurunan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) di Desember 2023 untuk menambah fleksibilitas likuiditas hingga Rp 81 triliun.
PLM merupakan cadangan likuiditas minimum dalam Rupiah yang wajib disimpan oleh bank umum konvensional maupun bank umum syariah dalam bentuk surat berharga Rupiah yang dapat digunakan dalam operasi moneter.
Selain itu, pihaknya juga juga meminta perbankan untuk tidak membeli Surat Berharga Negara (SBN), Surat Berharga Dalam Valuta Asing (SVBI) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) ketika BI menambah likuiditas perbankan.
"Kami sudah menambah likuiditas, tolong disalurkan untuk kredit. Jangan kemudian balik lagi untuk membeli SBN atau SRBI, seperti pesan dari Pak presiden seperti itu," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Joko Widodo juga mengimbau kepada perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit. Dengan begitu, diharapkan dapat meningkatkan perputaran uang di sektor riil.
“Saya ajak seluruh bank harus hati-hari prudent tapi tolong lebih didorong lagi kreditnya, terutama untuk UMKM,” kata Jokowi.
Jokowi pun menyampaikan kepada Perry bahwa dirinya sering mendapatkan keluhan dari para pelaku usaha mengenai penyaluran kredit. Sehingga peredaran uang di Indonesia menjadi semakin kering
Jokowi menyebut, perlambatan pertumbuhan kredit karena banyak perbankan membeli instrumen surat utang dari Kementerian Keuangan dan BI seperti SBN, SVBI dan SRBI.
"Jangan semuanya ramai-ramai beli SBN, SVBI dan SRBI. Meskipun boleh-boleh saja, tapi [melalui kredit] sektor riil bisa kelihatan lebih baik dari tahun lalu,” kata Jokowi.
Selain membahas penyaluran kredit, mantan Wali Kota Surakarta ini mengeluhkan realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah yang masih rendah. Padahal, penyerapan anggaran tahun 2023 tersisa dua bulan lagi.
“[Kondisi] fiskal juga kita cek, termasuk realisasi belanja Pemda. Padahal [penyerapan anggaran] tinggal 3 minggu, itu masih di angka 64%. Pemerintah pusat masih 76%,” ujarnya.