Generasi Z & Milenial Pilih Belanja Online, Inflasi Bisa Lebih Rendah

Ferrika Lukmana Sari
13 Desember 2023, 10:07
Inflasi
ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/sgd/YU
Warga menunjukan promosi potongan harga Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) di aplikasi belanja daring di Jakarta, Selasa (12/12/2023). Kementerian Perdagangan menargetkan Rp25 Triliun untuk transaksi belanja daring di periode Harbolnas 12.12 yang diselenggarakan 10-12 Desember 2023.

Perbedaan metode belanja antara generasi muda dan generasi tua yang signifikan turut mempengaruhi tingkat inflasi, di mana generasi muda cenderung berbelanja daring, yang berpotensi mendorong inflasi menjadi lebih rendah.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Wahyu Agung Nugroho dalam acara Sosialisasi Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) 2022 di Jakarta, Selasa (12/12).

Menurutnya, terdapat beberapa alasan generasi muda lebih memilih berbelanja daring, yakni hemat waktu, hingga mudah dalam membandingkan harga. Berbagai alasan tersebut membuat tingkat kompetisi yang lebih ketat di antara penjual sehingga membuat inflasi secara struktural lebih rendah.

"Dengan demikian jika cakupan belanja daring ini masuk ke perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) 2024, maka akan ada kemungkinan dorongan harga pada inflasi akan lebih halus dibanding dengan pasar tradisional," ujarnya dilansir dari Antara, Rabu (13/12).

Selain itu, permintaan domestik melalui konsumsi jasa ditopang oleh perilaku generasi muda.Karena, generasi muda memiliki kecenderungan konsumsi jasa lebih tinggi, yakni dengan porsi sebesar 21% pada 2022, sedangkan konsumsi jasa generasi tua sebesar 16%.

"Jadi memang beda dengan generasi tua. Karakter ini terbawa juga bagaimana inflasi terbentuk," ujar Wahyu.

Ia menuturkan, pada 2022, mayoritas penduduk Indonesia gen Z dan milenial sudah mencapai 70%. Dengan tingginya konsumsi jasa oleh generasi muda yang saat ini mendominasi penduduk, terdapat pula implikasi terhadap kebijakan moneter dalam pengendalian inflasi.

Selain dari segi konsumsi, terdapat perbedaan signifikan lainnya antara generasi muda dengan generasi tua yang berpengaruh pada inflasi, yakni sumber pembiayaan.

Adapun generasi muda saat ini tidak lagi bergantung pada bank konvensional, tetapi lebih kepada perusahaan teknologi finansial/financial technology (tekfin/fintech) maupun crowdfunding.

Kecenderungan tersebut, menurut Wahyu, menyebabkan tidak terlihatnya peningkatan inflasi yang signifikan dari jumlah uang beredar dari bank, namun implikasinya lebih kepada risiko stabilitas sistem keuangan lantaran maraknya fintech ilegal.

BPS Rilis Survei Terbaru

BPS juga sudah merilis pembaharuan terhadap survei biaya hidup (SBH) 2018 menjadi SBH 2022 yang akan mulai digunakan sebagai tolak ukur inflasi atau IHK pada 2024 . Tujuan perubahan tersebut untuk menghasilkan data inflasi yang lebih akurat.

Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, terhadap beberapa perubahan indikator dalam penyusunan survei biaya hidup 2022. Hal tersebut dipengaruhi oleh perubahan teknologi, perubahan perilaku, dan perubahan pola konsumsi masyarakat.

“Langkah kita melakukan SBH 2022 adalah, untuk kita bisa menangkap perubahan pola hidup yang terjadi dalam masyarakat kita, sehingga perhitungan bobot inflasi jadi lebih akurat sesuai dengan kondisi terkini pasca pandemi covid 19,” ujar Amalia.

Sejalan dengan kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup, dalam SBH 2022 juga terdapat informasi pengeluaran rumah tangga yang dilakukan melalui pasar online. Sehingga pada IHK 2022 akan dilakukan pencacahan komoditas tertentu melalui pasar online atau marketplace.

“Kemajuan teknologi telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha berbasis digital. Hal ini diperlihatkan dengan pertumbuhan jumlah usaha e-commerce pada tahun 2022 diperkirakan meningkat sebesar 4,46% dibandingkan tahun 2021,” ujar Amalia.

Pada SBH 2022, komposisi asal barang yang dikonsumsi memperhitungkan bobot jenis pasar antara lain pasar tradisional, modern, dan online. Bobot jenis pasar digunakan pada saat penghitungan Relatif Harga (RG) di level komoditas.

"Setiap komoditas di suatu kabupaten/kota mempunyai bobot jenis pasar yang unik," kata dia.

Survei Konsumsi Rumah Tangga

SBH 2022 adalah survei pengeluaran konsumsi rumah tangga di daerah perkotaan (urban area) dan pedesaan (rural area) untuk mendapatkan pola konsumsi masyarakat sebagai bahan penyusunan diagram timbang dan paket komoditas yang baru dalam penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK).

Berdasarkan CPI Manual (2020), periode yang disarankan untuk melakukan pembaharuan paket komoditas tidak lebih dari lima tahun. Di Indonesia, tahun dasar IHK sebelumnya adalah tahun 2018. Sehingga menggunakan kurun waktu 4 tahun.

Cakupan SBH tersebar pada 150 kabupaten/kota yang mencakup perwakilan wilayah urban dan rural. Terdiri dari 90 kabupaten kota lama dan 60 kabupaten tambahan. Komoditas hasil SBH pun bertambah pada SBH 20233 menjadi 847 komoditas dari sebelumnya 835 komoditas pada SBH 2018.

Kemudian terdapat 89 komoditas baru yang terpilih. Di antaranya tarif LRT/MRT, CCTV, gas bumi, water heater, masker, hand sanitizer, receiver tv, peralatan rokok elektrik, dan liquid vape.

Selain itu, terdapat shifting pola konsumsi berdasarkan hasil SBH 2018 ke SBH 2022, terutama pada kelompok makanan, minuman, tembakau, perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dan penyediaan makanan dan minuman/restoran.

Adapun beberapa komoditas dengan peningkatan bobot terbesar dalam SBH 2022 adalah biaya langganan internet naik 0,92%, bensin naik 0,65%, minyak goreng 0,47%, dan sigaret kretek mesin naik 0,45%

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...