Proyeksi Ekonomi RI di Bawah 5%, Bank Dunia Ungkap Tantangan Mendatang
Bank Dunia atau World Bank memproyeksikan pertumbuhan Indonesia hanya akan mencapai level 4,9% pada 2024 hingga 2026. Perkiraan ini jauh lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan Indonesia sebesar 5,31% pada 2022.
Walau melambat, proyeksi ekonomi Indonesia di 2024-2026 sejalan dengan kondisi perdagangan yang lebih lemah. Bank Dunia memperkirakan, inflasi akan turun ke rata-rata 3,1% dan tetap berada dalam kisaran target revisi Bank Indonesia.
"Defisit transaksi berjalan secara bertahap akan meningkat menjadi 1,4% PDB pada tahun 2026, karena harga komoditas yang lebih rendah dan pertumbuhan global yang lebih lemah menghambat ekspor,” tulus riset Bank Dunia dikutip, Rabu (13/12).
Prospek ini mempunyai beberapa risiko negatif terhadap pertumbuhan ekonomi RI. Misalnya, suku bunga yang lebih tinggi dan jangka panjang sehingga dapat membebani biaya pinjaman dan memperketat akses terhadap pendanaan eksternal.
Selain itu, ketidakpastian geopolitik dan isu perubahan iklim dapat mengganggu rantai nilai global dan menyebabkan penurunan nilai tukar perdagangan yang lebih tajam.
“Kemungkinan dapat mengakibatkan penurunan pendapatan dan posisi fiskal Indonesia yang lebih ketat,” ujarnya.
Selain itu, pada 2024 akan dilaksanakan pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Pesta demokrasi ini juga dinilai dapat memperlambat momentum pendukung pertumbuhan.
Bank Dunia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai menurun menjadi 4,9% pada kuartal ketiga 2023. Namun menurut bank dunia, masih cukup kuat walaupun belum menyentuh level pra pandemi.
Hal ini didorong oleh kuatnya konsumsi dan jasa swasta, khususnya di sektor perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pariwisata, serta sektor informasi dan komunikasi.
Sebagai informasi, realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2018 dan 2019 masing-masing sebesar 5,17% dan 5,02%. Sementara pertumbuhan ekonomi saat awal terjadi Covid-19, yakni pada tahun 2020 justru minus 2,07%.
"Perekonomian Indonesia saat ini lebih besar dibandingkan sebelumnya [saat Covid-19], namun angka tersebut masih lebih kecil untuk kembali pulih ke tren sebelum pandemi. Hal ini mencerminkan dampak buruk dari pandemi ini," katanya.