DJP Akan Melebur 5 Peraturan Menteri Keuangan Terkait Upaya Hukum
Direktorat Jenderal Pajak atau DJP, berencana meleburkan lima peraturan menteri keuangan (PMK) ke dalam satu PMK untuk menyedernahakan aturan upaya hukum perpajakan Indonesia.
"Saat ini DJP tengah menyusun rancangan PMK atau RPMK tentang Upaya Hukum Perpajakan, yang ditargetkan bisa menyederhanakan proses bisnis pembetulan, pengurangan sanksi administrasi, hingga keberatan," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti, dilansir dari DDTC, Sabtu (30/12).
Ia menjelaskan, gabungan upaya hukum perpajakan disusun untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, serta dalam rangka simplifikasi regulasi terkait hak wajib pajak.
Lima PMK yang akan dileburkan, antara lain PMK 11/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembetulan, PMK 202/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, serta PMK 249/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan.
Lalu, PMK 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Terakhir, PMK 253/PMK.03/2014 tentang tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan.
Rencana ini tidak hanya untuk menyederhanakan upaya hukum pajak, melainkan juga sebagai respons atas sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas diskresi kantor wilayah atau kanwil DJP dalam memberikan fasilitas pengurangan, serta penghapusan sanksi.
Menurut BPK, DJP masih belum memiliki mekanisme pengujian kelayakan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi. Akibatnya, masing-masing kanwil DJP dapat mengeluarkan kebijakan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasinya.
Menurut laporan BPK, setidaknya terdapat 12 kanwil DJP yang memberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dengan kriteria dan besaran pengurangan sanksi yang berbeda. Ini disebabkan karena DJP sendiri tidak memberikan pedoman, sehingga terjadi ketidakselarasan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi antar kanwil.
"Hal tersebut mengakibatkan adanya risiko penyalahgunaan kewenangan kepala kanwil DJP terkait pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi," tulis BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Kepatuhan Keberatan, Non Keberatan, dan Banding Tahun 2021 dan 2022.
Meski telah menjadi sorotan BPK, serta tercatat dalam LHP 2021 dan 2022, masih terdapat beberapa kanwil yang menerapkan program pengurangan sanksi administrasi secara sendiri-sendiri tahun ini.
Misalnya, Kanwil DJP Jawa Timur I, II, dan III, yang menjalankan program pengurangan sanksi administrasi tahun ini, dengan pengurangan sanksi sebesar 30-75%. Lalu, Kanwil DJP Sulselbartra juga menggelar program serupa dengan pengurangan sanksi sebesar 45-75%.