Pemerintah Bebaskan PPN Impor Senjata hingga Amunisi di Kemenhan
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 157 Tahun 2023 mengenai pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor untuk keperluan pertahanan dan keamanan (Hankam). Peraturan ini mulai berlaku 1 Januari 2024.
Melalui aturan tersebut, Kemenkeu membebaskan PPN untuk impor keperluan Kementerian Pertahanan seperti alat utama sistem senjata (alutsista) mulai dari senjata, rompi anti peluru, amunisi, kendaraan darat khusus hingga radar.
Adapun PMK Nomor 157 Tahun 2023 mengatur tentang tata cara pembebasan pengenaan PPN atas impor atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis dan penyerahan di dalam daerah pabean, serta pemanfaatan dari luar daerah pabean. Peraturan baru ini juga merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti menjelaskan PMK No 157/2023 memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan pemberian fasilitas pembebasan PPN bagi barang kena pajak dan jasa kena pajak yang bersifat strategis untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara.
“Dengan penerbitan PMK ini DJP berupaya menghilangkan dispute di lapangan terkait kriteria pembebasan barang dan jasa kena pajak strategis untuk keperluan pertahanan dan keamanan,” ujar Dwi dalam keterangan resmi dikutip Kamis (11/1).
PMK ini menetapkan kriteria barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) tertentu yang bersifat strategis berupa senjata, amunisi, helm anti peluru dan jaket/rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, serta radar yang secara lengkap diatur pada lampiran I sebagai bagian tidak terpisahkan dari PMK.
Selain itu, mengatur jasa dalam rangka penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk keperluan pertahanan dan keamanan. Sementara fasilitas pembebasan PPN diberikan dengan mekanisme Surat Keterangan Bebas (SKB).
“Wajib pajak dapat memperoleh SKB dengan memenuhi syarat kepatuhan serta kelengkapan dokumen dan informasi,” ujar Dwi.
DJP Atur Terkait Pemberian Sanksi
Dalam PMK ini juga mengatur mengenai wewenang DJP untuk mengawasi pemanfaatan fasilitas pembebasan PPN yang tidak diatur pada ketentuan sebelumnya yaitu berupa tata cara penggantian dan pembatalan SKB serta pemberian sanksi.
Dwi menambahkan, bahwa layanan pemberian fasilitas pembebasan PPN BKP dan JKP strategis pertahanan dan keamanan negara ini juga diharapkan akan semakin mudah diakses karena sudah menggunakan saluran elektronik.
"Dengan peningkatan layanan dari yang sebelumnya dilakukan secara manual ini, diharapkan dapat membangun tata Kelola pembebasan PPN yang sesuai dengan prinsip trust and verify,” ujar Dwi.
Dengan penerbitan peraturan baru ini, ketentuan dari Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 370 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara resmi dicabut.
Kendati demikian, SKB yang sudah diterbitkan berdasarkan KMK-370/KMK.03/2003 tetap dapat berlaku sampai dengan dimanfaatkannya surat keterangan tersebut.