Bidik Rasio Pajak 13%-16%, Anies Tutup Peluang 'Hengki Pengki' Pajak
Calon Presiden Nomor Urut 1 Anies Baswedan menargetkan tax ratio (rasio pajak) di era pemerintahannya bisa mencapai 13%-16% hingga tahun 2029. Sementara rasio pajak pada 2022 baru mencapai 10,4%.
"Kita berharap di tahun 2029 [rasio pajak] capai angka 13%-16%. Saya rasa ini lebih realistis dibandingkan yang dibahas di Debat Capres kemarin. Kita pakai angka yang realistis," kata Anies dalam Dialog Capres bersama Kadin Indonesia di Jakarta, Kamis (11/1).
Untuk mencapai target tersebut, beberapa rencana telah dipersikan Anies. Pertama, dengan membentuk badan penerimaan negara di bawah presiden secara langsung. Sehingga lembaga ini akan terpisah dari Kementerian Keuangan.
“Ini terpisah dari kegiatan treasury. Treasury dikelola sendiri, penerimaan dikelola sendiri,” ujarnya.
Kedua, melakukan modernisasi sistem digital untuk memudahkan proses pembayaran pajak. Sistem-sistem tersebut membuat tata kelola bisa dipertanggungjawabkan dan intervensi pribadi tidak bisa masuk sistem.
“Dengan begitu, semua akan mendapat equal treatment yang dapat disampaikan, yang tidak bayar lolos, yang sudah bayar dikejar-kejar. Itu salah satu lubang yang kita perbaiki bersama. Kemudian dilakukan proses memudahkan pembayaran pajak. Justru jangan dipersulit,” katanya.
Terapkan Fiscal Cadaster untuk Antisipasi 'Hengki Pengki' Pajak
Ketiga, Anies juga mendorong pentingnya penerapan fiscal cadaster dalam pembayaran pajak. Sebab, hal ini untuk mengindari potensi ‘hengki pengki’ alias penyelewengan yang kerap terjadi di sistem pajak.
Fiscal cadaster merupakan sistem administrasi terkait informasi detail yang berisi kepentingan atas tanah seperti batasan, tanggung jawab dalam bentuk uraian geometrik dan daftar program di suatu pemerintah.
Melalui sistem ini, akan memetakan lahan secara jelas serta untuk memperbarui data obyek pajak. Untuk itu, Anies mendorong sistem fiscal cadaster melalui sensus ulang untuk mengindentifikasi obyek-obyek pajak yang terlewat.
Misalnya, petugas pajak akan menyusuri jalan di Gatot Subroto Jakarta untuk melihat obyek-obyek pajak tersebut.
"Kemudian melihat siapa saja yang ada di situ kegiatannya apa. Dan itu kemudian didata ulang sehingga membuat kita punya data terbaru tentang perekonomian di situ, bangunan yang ada di situ, yang mungkin terlewatkan," kata Anies.
Anies menyoroti data Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin usaha masuk ke Dinas Pendapatan Daerah yang sudah terjadi beberapa tahun lalu tapi tidak pernah ditinjau ulang. "Dalam perjalanannya tidak pernah di review, apakah ada perubahan atau ada perkembangan," ujarnya.
Selain itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga memberi ilustrasi lain. Misalnya, pembayaran pajak di salah satu gedung Jakarta tidak pernah tercatat meskipun sudah beroperasi 10 tahun.
"Tapi gedungnya, enggak pernah tercatat. Jadi, apa dia benar bayar pajak? Itu sebetulnya ada pemeriksaan, tapi di situlah kenapa fiscal cadaster tidak diinginkan," ujar Anies.
Melalui pendataan fiscal cadaster, Anies berharap tidak ada lagi penyelewangan pajak atau aksi 'hengki pengki' karena semua data sudah tercatat. Dengan begitu, ia menilai sistem ini penting untuk diterapkan ke depan.