Asal Usul Kenaikan Pajak Hiburan yang Diprotes Inul dan Hotman Paris

Ferrika Lukmana Sari
24 Januari 2024, 13:52
Pajak
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym.
Pengacara sekaligus pengusaha hiburan Hotman Paris Hutapea (keempat kanan) memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Graha Sawala, Gedung Ali Wardhana, Jakarta, Senin (22/1/2024). Menurut Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), pemerintah tidak pernah melibatkan para pelaku usaha atau asosiasi di sektor terkait selama proses penyusunan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Button AI Summarize

Kenaikan pajak hiburan hingga saat ini masih menjadi sorotan. Bahkan gelombang protes terus berdatangan dari pengusaha jasa hiburan di tanah air. Di antaranya protes datang dari penyanyi dangdut Inul Daratista dan pengacara Hotman Paris.

Meski demikian, pemerintah tetap menetapkan pajak hiburan sebesar 40% hingga 75% untuk diskotek, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Dengan alasan, diskotek hingga spa merupakan jasa hiburan khusus sehingga perlu mendapat perlakuan khusus.

Hal ini tercantum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Melalui aturan tersebut, ketentuan pajak hiburan mulai berlaku pada 5 Januari 2024.

Namun muncul pertanyaan sebenarnya usulan kenaikan pajak hiburan datang dari mana. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan sebelumnya menyebut usulan pajak hiburan ini bukan dari pemerintah, melainkan Komisi XI DPR.

"Karena [keputusan] dari Komisi XI DPR, itu sebenarnya bukan dari pemerintah sehingga ujug-ujug terus jadi begitu. Kemarin kita putuskan di tempat, kita evaluasi dan kemudian ada juga [pengusaha yang mengajukan] judicial review ke MK," kata Luhut pada Rabu (17/1).

Luhut pun meminta penetapan pajak ini ditunda karena tidak ada alasan kuat untuk menaikan pajak hiburan 40%-75%. Dia mengaku, sudah berbicara dengan sejumlah instansi terkait dan minta kebijakan ini dievaluasi.

Berbeda dengan Luhut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto justru menetapkan pajak hiburan tetap 40%-75%. Pernyataan ini dia ungkapkan usai bertemu dengan perwakilan pelaku usaha pada Senin (22/1), atau hampir sepekan setelah Luhut minta aturan ini ditunda.

Dengan keputusan itu, Airlangga menawarkan keringan pajak untuk meredam protes. Dia pun menjanjikan dua insentif bagi pengusaha yakni, PPh Badan DTP (Ditanggung Pemerintah) dan insentif fiskal yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pengusaha yang mengajukan keringanan.

"Namanya insentif, itu tergantung kepala daerah, namanya kan diskresi, bisa diberikan, bisa tidak," kata Airlangga.

DPR Tegaskan Usulan Datang dari Pemerintah

Sejumlah anggota DPR Komisi XI menepis kabar bahwa keputusan pajak hiburan datang dari mereka. Anggota Komisi XI Fraksi Golkar Putri Anetta Komarudin menegaskan, bahwa UU HKPD ini merupakan usulan dari pemerintah.

"Draft RUU kami terima sebelumnya, pemerintah mengusulkan untuk menurunkan tarif menjadi paling tinggi 40%. Sementara, kami dari fraksi Partai Golkar memandang agar tetap seperti ketentuan yang lama, yaitu paling tinggi maksimal 75%, tanpa ada batas minimal," kata Puteri.

Puteri membeberkan, alasan fraksi Partai Golkar menetapkan batas atas 75% dengan batas minimum 0%, karena pihaknya mendapatkan masukan dari pakar, asosiasi Pemda dan akademisi dari sejumlah universitas.

"Ini tidak terlepas dari masukan-masukan dari narasumber, yang kami terima selama rapat dengar pendapat yang dilaksanakan pada 7, 8, 12, 14 dan 25 Juli 2021," kata Puteri.

Senada, Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun juga menyebut formula isi UU HKPD berasal dari pemerintah. Waktu itu, pemerintah meminta dukungan koalisi agar aturan ini bisa lolos karena alasan Covid-19.

Selain itu, kata Misbakhun, pemerintah tengah melakukan upaya yang serius untuk memuluskan UU ini, karena mereka mengeluhkan banyaknya aturan di UU Pemda dan aturan keuangan daerah yang menganggu iklim investasi.

"Semua kebijakan pemerintah pusat itu sering tidak paralel karena Perda- Perda banyak menyantumkan banyak obyek pajak, maka di UU HKPD, pemerintah ingin obyek pajak dibatasi hanya kisaran 16 sampai 19 obyek pajak," kata Misbakhun.

Jika obyek pajak dipangkas, maka penerimaan daerah akan turun. Maka itu, kata Misbahkhun, pemerintah mencari solusi agar pendapatan asli daerah (PAD) tetap naik walau obyek pajak dibatasi.

"Kompensasinya apa, di situlah tarif-tarif [pajak 40%-75%] itu muncul. Tarif-tarif itu muncul, semua dominannya dari pemerintah," kata dia.

Ada Semangat UU Cipta Kerja

Setelah pajak hiburan berlaku awal Januari 2024, justru menuai banyak protes. Bahkan aksi saling lempar tanggung jawab makin terlihat. Apalagi, Luhut sempat menyebut usulan ini datang dari Komisi XI DPR.

Halaman:
Reporter: Ferrika Lukmana Sari
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...