MK Tolak Usulan Pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu, Ini Alasannya
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan. Permohonan tersebut diajukan oleh seorang konsultan pajak bernama Sangap Tua Ritonga. Sidang pengucapan putusan nomor 155/PUU-XXI/2023 ini digelar di MK pada Rabu (31/1).
Sangap Tua Ritonga menguji Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan norma Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU KN).
Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara menyatakan, urusan pemerintahan sebagaimana Pasal 4 ayat (2) huruf (b) meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
Sementara Pasal 15 UU Kementerian Negara menyatakan, jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34. Menurut pemohon, penempatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai subordinasi atau di bawah Kementerian Keuangan bertentangan dengan UUD 1945.
Oleh karena itu, menurut Sangap, perlu dibentuk lembaga khusus setingkat kementerian yang memiliki otoritas memungut pajak/pendapatan negara terpisah dari Kementerian Keuangan.
Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P. Foekh menyatakan hal tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy dalam pembentuk undang-undang.
Bisa Diubah Sesuai Kebutuhan
Hal tersebut dapat sewaktu-waktu diubah sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan yang ada maupun sesuai dengan perkembangan ruang lingkup urusan pemerintahan, atau dapat pula melalui upaya legislative review.
“Terkait dengan pembentukan kementerian negara serta ketentuan mengenai pajak yang diatur dalam undang undang, justru menggambarkan telah berjalannya mekanisme checks and balances terhadap kekuasaan negara, in case Presiden secara kelembagaan oleh DPR,” kata Daniel dalam keterangan resmi dikutip Rabu (31/1).
Bagi Mahkamah, sepanjang norma tersebut tidak bertentangan secara nyata dengan UUD 1945, tidak melampaui kewenangan membentuk undang-undang, serta tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, tidak ada alasan bagi MK untuk membatalkan atau memaknai norma Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 15 UU 39/2008 dan norma Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU 17/2003 sebagaimana petitum pemohon.
“Dengan demikian, kepentingan untuk membentuk lembaga khusus setingkat kementerian yang memiliki otoritas memungut pajak/pendapatan negara terpisah dari Kementerian Keuangan adalah tidak beralasan menurut hukum,” ujar Daniel.