Deflasi Cina Bikin Ekonomi Dunia Was-was, Bagaimana Dampak ke RI?

Ferrika Lukmana Sari
12 Februari 2024, 14:55
Cina
ANTARA FOTO/REUTERS/Tingshu Wang/HP/sa.
Tingshu Wang Orang-orang berseluncur di danau beku yang telah diubah menjadi gelanggang es, ditengah wabah virus corona (COVID-19), di Beijing, Cina, Sabtu (16/1/2021).
Button AI Summarize

Banyak negara yang bergulat dengan kenaikan laju inflasi, namun Cina justru sebaliknya. Negara ini mengalami risiko deflasi sehingga membuat ekonomi dunia was-was, termasuk Indonesia.

Indeks Harga Konsumen (IHK) Cina tercatat turun 0,8% yoy pada Januari 2024. Ini merupakan penurunan terbesar lebih dari 14 tahun dan lebih buruk dari perkiraan pasar yang hanya turun di level 0,5%.

Tak hanya inflasi, Indeks Harga Produsen (IHP) juga turun 0,5%, dibandingkan proyeksi penurunan 2,6%. Biaya di tingkat pabrik telah mengalami deflasi selama 16 bulan berturut-turut.

Direktur Center of Eco­nomic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan, penurunan tersebut akan berdampak pada perdagangan dan investasi Cina ke Indonesia.

Apalagi, Indonesia merupakan pemasok bahan baku properti ke Cina seperti stainless steel dan tembaga. Belum lagi, berpengaruh terhadap permintaan komoditas olahan primer seperti komoditas perkebunan dan pertambangan.

Selain, akan berpengaruh terhadap risiko investasi Cina di Indonesia. Bhima memperkirakan, investor Cina bisa menunda atau menghitung ulang investasi di tanah air karena ekonomi dalam negeri mereka sedang tidak bagus.

"Investor cenderung fokus pada investasi lain di dalam negeri selain Indonesia. Investor lain seperti Singapura, Cina dan Hong Kong juga saling terkait akan efeknya sehingga Indonesia harus bersiap-siap," kata Bhima kepada Katadata.co.id, Senin (12/2).

Surplus Neraca Perdagangan Akan Tergerus

Selain berdampak pada investasi, diperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia bisa lebih kecil karena pertumbuhan ekspor yang lebih rendah. Sehingga, Indonesia perlu mencari pasar alternatif lain di Asia Timur maupun Asean.

Tak hanya itu, Bhima juga menyarankan untuk diversifikasi investasi ke negara lain selain Cina. Misalnya, dengan mengundang investor dari Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang memiliki standarisasi tata kelola yang lebih tinggi.

"Mereka menerapkan standar hilirisasi yang tinggi baik untuk standar lingkungan dan tenaga kerja," kata Bhima.

Jika solusi itu tidak dilakukan, akan berdampak besar terhadap ekonomi Indonesia yang sudah sembilan tahun bergantung ke Cina. Bhima memperkirakan, ekonomi Indonesia akan tumbuh di bawah 5% sebagai dampak perlambatan ekonomi Cina.

"Mungkin [penurunan ekonomi] akan terasa di kuartal I 2023, namun momen ramadan akan mendukung konsumsi dalam negeri. Tapi dampak secara eksternal [Cina], membuat ekonomi hanya tumbuh 4,7%-4,8% pada 2024," kata Bhima.

Halaman:
Reporter: Ferrika Lukmana Sari
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...