Kenaikan Pajak BBM Dinilai Tak Bisa Kerek Pendapatan Daerah
Kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar 5% dinilai tak mampu menaikkan pendapatan daerah. Kenaikan PBBKB yang berimbas pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi akan memberatkan masyarakat.
Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengatakan, kenaikan harga BBM nonsubsidi merupakan imbas dari kebijakan pemerintah, alias bukan kewenangan perusahaan. Ia menilai, penaikan tarif PBBKB tidak tepat dijadikan strategi untuk meningkatkan pendapatan daerah.
“Kalau ingin meningkatkan pendapatan, jangan BBM yang jadi sasaran. Jadi enggak usah bikin kebijakan yang menyusahkan rakyat,” tutur Ferdy dalam keterangan tertulis, Senin (19/2). Ia menyebut kebijakan tersebut kontradiktif dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Jika disparitas harga BBM melebar, Ferdy khawatir akan terjadi perlambatan laju perekonomian akibat kenaikan PBBKB, serta peralihan penggunaan BBM nonsubsidi ke BBM subsidi. “Masyarakat sudah kesulitan cari duit, nanti perekonomiannya seperti apa? Seharusnya kebijakan publik itu harus berpihak ke rakyat,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tutuka Ariadji meminta kenaikan tarif PBBKB ditunda. Ia menilai perubahan tarif PBBKB kurang disosialisasikan kepada masyarakat.
Belum lagi ada potensi masalah sosial yang dapat timbul dari perubahan tarif tersebut. “Jadi kami mengimbau itu betul-betul diperhatikan oleh pemda setempat,” ucap Tutuka.
Pihaknya pun telah mendiskusikan masalah ini dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. “Karena itu berhubungan dengan sektor kami, sektor migas dalam mendistribusikan BBM,” ujar dia.