Jepang dan Inggris Terjebak Resesi Ekonomi, Bagaimana Dampaknya ke RI?
Dua negara ekonomi besar, Jepang dan Inggris masuk ke jurang resesi ekonomi pada akhir tahun lalu. Kedua negara ini memiliki hubungan dagang dan investasi dengan Indonesia. Lantas seberapa jauh dampak resesi kedua negara tersebut ke Indonesia?
Resesi ekonomi Jepang dan Inggris terindiasi dari pertumbuhan ekonomi kedua negara yang negatif selama dua kuartal berturut-turut. Kantor Kabinet Pemerintah Jepang melaporkan, ekonomi negara tersebut minus 3,3% secara kuartalan pada kuartal III 2023 dan kembali minus 0,4% secara kuartalan pada kuartal IV 2023.
Kondisi ekonomi Inggris juga tak jauh berbeda. Negara ekonomi terbesar kelima dunia yang akan menggelar pemilihan perdana menteri ini tengah menghadapi masa sulit. Mengutip Reuters, ekonomi Inggris terkontraksi 0,1% pada Juli-September 2023 dan terkontraksi 0,3% pada Oktober-Desember 2023.
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy menilai resesi Jepang dan Inggris berdampak secara langsung dan tidak langsung ke Indonesia.
Dampak langsung resesi Jepang dan Inggris dapat terasa melalui saluran perdagangan dan investasi. Namun demikian, menurut dia, dampaknya ke Indonesia secara keseluruhan tak akan signifikan. Ini karena sebagian besar ekonomi Indonesia masih ditopang domestik, terutama dari sisi konsumsi.
“ Meskipun demikian, saya kira kolaborasi kebijakan tetap diperlukan. Misalnya, KSSK perlu melihat apakah dampak resesi ini akan ikut berdampak terhadap sektor keuangan terutama dalam jangka pendek dan menengah,” ujarnya.
Yusuf menilai, resesi kedua negara ini juga dapat memberikan dampak tidak langsung, yakni memperburuk prospek ekonomi global tahun ini. Ekonomi global 2024 sebenarnya sudah diproyeksikan akan lebih buruk sejak tahun lalu.
"Untuk pertumbuhan ekonomi sendiri sebenarnya akan tergantung apakah resesi yang dialami oleh Jepang dan juga Inggris berlangsung dalam jangka waktu berapa lama,” ujar Yusuf.
Dampak Resesi Jepang Lebih Besar
Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai dampak resesi ekonomi Jepang akan lebih besar ke Indonesia ketimbang resesi ekonomi Inggris. Ini karena hubungan ekonomi Indonesia dengan Jepang lebih erat dibandingkan dengan Inggris.
Menurutnya, resesi di Jepang dapat menurunkan permintaan barang dari Indonesia ke Jepang. Begitu juga dengan investasi perusahaan Jepang yang kemungkinan akan berkurang.
“Geliat ekonomi yang lesu di Jepang akan membuat daya dorong investasi perusahaan Jepang menurun,” ujar Nailul kepada Katadata.co.id, Selasa (20/2).
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede juga menilai resesi Jepang akan memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan data BKPM, Jepang termasuk ke dalam lima besar negara asal investasi di Indonesia. Investasi dari Jepang mencapai US 4,6 miliar pada 2023, naik 30% dibandingkan 2022.
“Adanya resesi tersebut menimbulkan risiko perlambatan atau bahkan penurunan investasi dari Jepang ke Indonesia yang kemudian dapat mempengaruhi perkembangan sektor terkait – utamanya sektor industri manufaktur,” ujar Josua kepada Katadata.co.id, Selasa (20/2).
Selain dari sisi investasi, sektor perdagangan internasional juga akan terpengaruh dengan ada resesi ini. Jepang merupakan negara tujuan ekspor terbesar keempat Indonesia. Produk-produk utama ekspor Indonesia ke Jepang antara lain adalah batubara, bijih tembaga, produk peralatan dan mesin elektronik, serta nikel matte.
“Melihat produk tersebut, kami menilai sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan, khususnya sektor industri logam dasar serta industri mesin dan perlengkapan, menjadi beberapa sektor yang dapat terkena dampak signifikan dari penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang,” ujarnya.
Apa yang Bisa Dilakukan Indonesia agar Ekonomi Tak Suram?
Nailul mengatakan, ada dua langkah yang bisa dilakukan Indonesia untuk mengantisipasi dampak resesi kedua negara tersebut. Pertama, membuka lebih banyak pasar ekspor ke negara nontradisional.
Indonesia perlu memperluas pasar ekonomi di luar negara-negara tujuan utama ekspor saat ini seperti Cina, Amerika Serikat, dan Jepang. Cina saat ini juga sedang mengalami perlambatan ekonomi.
“Artinya pasar ekspor meskipun kecil pengaruh ke PDB bisa tersendat apabila tidak ada pasar ekspor alternatif,” ujarnya.
Kedua, Indonesia dapat memanfaatkan situasi lesunya ekonomi di negara-negara maju lainnya dengan menawarkan perusahaan-perusahaan yang ingin hengkang dari negaranya. “Tapi saingannya adalah Vietnam. Maka kita harus siapkan infrastruktur secara fisik maupun regulasi)yang bisa menarik investasi tersebut ke Indonesia,” ujarnya.