Indodax: Investor RI Lebih Banyak Bertransaksi Kripto di Luar Negeri

 Zahwa Madjid
5 Maret 2024, 22:49
kripto
Freepik
Mata Uang Kripto
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

CEO Indodax, Oscar Darmawan menilai industri kripto di tanah air sedang tidak sehat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pelaku pasar maupun investor kripto yang melakukan transaksi di luar negeri.

Akibatnya, aliran modal asing keluar atau capital outflow terjadi di dalam negeri dan terus menekan nilai tukar rupiah. Padahal, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam transaksi kripto.

Oscar menyebut, transaksi harian kripto bisa mencapai triliunan rupiah di Indonesia. Namun banyak para pelaku pasar yang lebih memilih bertransaksi di luar negeri karena biaya dan pajak yang lebih murah dibandingkan di Indonesia.

“Industri dalam negeri tidak mampu [bersaing] dengan industri luar negeri yang menggunakan biaya lebih murah,” ujar Oscar dalam Leadership Roundtable Forum, Indonesia Data and Economic Conference Katadata (IDE 2024) di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (5/3).

Oscar membandingkan industri kripto di tanah air dengan negara Asia lain seperti Thailand. Menurutnya, Indonesia belum memiliki dasar hukum yang jelas seperti negara tetangga.

Dengan kondisi tersebut, transaksi kripto banyak yang dilakukan di luar negeri. Padahal transaksi kripto di Indonesia bisa Rp 1 triliun per hari. "Tapi [transaksi] di Thailand bisa mencapai Rp 2 triliun - Rp 3 triliun tiap harinya,” Oscar.

Oscar menilai pajak yang dikenakan untuk transaksi kripto di Indonesia masih terlalu tinggi. Pasalnya,  pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) terhadap transaksi kripto yang memberatkan para pelaku pasar. 

Seperti yang diketahui, setiap transaksi kripto di Indonesia dikenakan PPN sebesar 0,11% dari nilai transaksi pada bursa yang terdaftar di Bappebti, ditambah PPh sebesar 0,1%.

“Transaksi pajak yang berat karena ditambahkan PPN 0,11% sehingga total pajak mencapai 0,21%,” ujar Oscar.

Maka dari itu, ia berharap pemerintah dapat menghapuskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) agar para pelaku pasar kripto lebih leluasa dalam melakukan transaksi di dalam negeri. Oscar berharap, pajak yang dikenakan dapat setara dengan pajak perdagangan pasar saham.

“Harapannya, sama dengan negara-negara lain dikenakan PPh final saja 0,01%, diharapkan sama seperti perdagangan saham, karena pola perdagangannya di spot market, tarif pajaknya juga hanya dikenakan PPh final,” ujarnya.

Penjelasan Ditjen Pajak Kemenkeu

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menyatakan bahwa pemerintah telah mengenakan tarif yang rendah untuk pengenaan pajak kripto. Begitu pula untuk bursa (exchange) kripto yang terdaftar dalam Bappebti.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan, hal tersebut dilakukan untuk menarik bursa kripto melakukan transaksi di dalam negeri.

Sejak Mei 2022, setiap transaksi kripto di Indonesia dikenakan PPN sebesar 0,11% dari nilai transaksi pada bursa yang terdaftar di Bappebti, ditambah PPh sebesar 0,1%.

“Rendahnya tarif ini dapat menjadi insentif yang menarik bagi exchanger kripto untuk tetap melakukan kegiatan usahanya di Indonesia,” ujar Dwi Astuti kepada Kadatada.co.id, Jumat (1/3).

Sementara pengenaan pajak untuk bursa yang belum terdaftar di Indonesia, dikenakan tarif PPN sebesar 0,22% dan PPh sebesar 0,2%. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022.

Hingga akhir Januari 2024, realisasi pendapatan negara dari pajak kripto mencapai Rp 39,13 miliar. Sebesar Rp 18,2 miliar berasal dari PPh pasal 22, kemudian Rp 20 miliar berasal dari PPN atas transaksi kripto.

Reporter: Zahwa Madjid

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...