Menko Airlangga Pastikan Devisa Hasil Ekspor SDA Masih Cukup
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan tingkat kepatuhan (compliance) untuk devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) sejauh ini sudah cukup baik, terutama pada industri ekstraktif.
“Compliance sudah cukup baik, terutama (industri) ekstraktif. Memang ada beberapa yang minta kebijakan tertentu, namun kita masih lihat,” kata Airlangga dikutip dari Antara, Selasa (23/4).
DHE SDA sendiri merupakan devisa dari kegiatan ekspor barang yang berasal dari pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam.
Namun demikian, Airlangga enggan menyebutkan secara spesifik tingkat presentase kepatuhan para eksportir dalam kebijakan DHE SDA. Karena dia menunggu hasil perhitungan dari Bank Indonesia (BI).
“Nanti dievaluasi dari Bank Indonesia. Nanti kita lihat. Tentu kita akan evaluasi setiap bulan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Airlangga meyampaikan bahwa pemerintah akan terus melakukan evaluasi serta sosialisasi terkait kebijakan DHE SDA.
Revisi Ketentuan DHE SDA
Sebelumnya, pemerintah telah mencanangkan rencana pembahasan soal revisi ketentuan DHE yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor.
"PPH DHE sudah mulai (dibahas). Dari Kementerian Keuangan sudah ada PMK-nya, sehingga tentu diharapkan bisa menaruh (devisa hasil ekspor) di Indonesia dengan bunga yang bersaing, dengan negara tetangga. Selain itu dibebaskan dari perpajakan PPH," ujarnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2024 tetap tinggi sebesar US$ 140,4 miliar, meski turun dibandingkan posisi Februari 2024 sebesar US$ 144,0 miliar.
Penurunan tersebut dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah, untuk mengantisipasi kebutuhan likuiditas valas korporasi, dan kebutuhan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan selama 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Dengan kondisi itu, Bank Indonesia masih yakin cadangan devisa negara masih mampu mendukung ketahanan sektor eksternal, menjaga stabilitas makroekonomi serta sistem keuangan nasional.