Suku Bunga BI Naik, Rupiah Ditutup Menguat Rp 16.155 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,40% ke level Rp 16.155 per dolar AS pada akhir perdagangan Rabu (24/4). Penguatan rupiah terjadi setelah Bank Indonesia mengumumkan kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, keputusan BI menaikkan suku bunga untuk memperkuat stabilitas rupiah di tengah memburuknya risiko global. Keputusan ini pun turut memperkuat nilai tukar rupiah.
"Dalam perdagangan akhir pekan, mata uang rupiah ditutup menguat 65 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 80 poin dilevel Rp 16.155 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.220 per dolar AS," kata Ibrahim dalam keterangan resmi, Rabu (24/4).
Ibrahim memperkirakan, rupiah akan cenderung fluktuatif pada perdagangan Jumat besok (24/4). Namun akan melanjukan penguatan pada perdagangan sore dengan rentang Rp 16.110 - Rp 16.180 per dolar AS.
Kebijakan BI untuk Jaga Stabilitas Rupiah
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz menilai, kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga sebagai langkah preventif untuk menjaga stabilitas rupiah.
“Dengan adanya ketidakpastian, BI menyadari pentingnya respons kebijakan moneter yang kuat untuk memitigasi tekanan eksternal,” ujar Irman kepada Katadata.co.id, Rabu (24/4).
Menurut Irman, lanskap perekonomian global telah mengalami perubahan signifikan di tengah meningkatnya ketidakpastian atas ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan arah kebijakan The Fed.
Selain itu, ketegangan geopolitik juga memicu sentimen risk off, karena investor cenderung menghindari risiko. Ditambah lagi, dengan adanya sentimen bank sentral AS, yang akan menahan suku bunga lebih lama lagi.
“Sehingga meningkatkan imbal hasil treasury AS dan mendorong arus keluar modal dari negara-negara berkembang,” ujarnya.
Memastikan Stabilitas Ekonomi RI
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri menilai, kenaikan suku bunga BI untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pasar keuangan tetap terjaga di tengah risiko global yang meningkat.
Risiko ini termasuk konflik geopolitik di Timur Tengah dan potensi tertundanya kemungkinan penurunan tingkat suku bunga Amerika Serikat atau Fed Fund Rate (FFR).
“Kami menilai terjaganya stabilitas keuangan sangat penting bagi sektor keuangan, khususnya perbankan dan ekonomi secara makro agar dapat menerapkan strategi yang lebih baik dan prudent di tengah berbagai ketidakpastian serta fluktuasi global,” ujarnya.