Kemenkeu Buka Suara Soal Rasio Utang RI Naik Jadi 40% di 2025
Kementerian Keuangan buka suara soal kenaikan rasio utang pemerintah menjadi 40% terhadap produk domestik bruto (PDB) di 2025. Hal ini termuat dalam rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 yang disusun oleh Bappenas.
Dalam dokumen tersebut, Bappenas menargetkan rasio utang 39,77%-40,14% dari PDB di 2025. Nilai itu lebih tinggi dibandingkan realisasi 2023 sebesar 38,98% dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar 38,26%.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu masih memantau proses transisi pemerintahan yang akan berlangsung, termasuk dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025.
Ia menekankan bahwa siklus penyusunan APBN 2025 sudah sesuai dengan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PKKF).
“Prosesnya siklusnya sudah jelas, ada penyusunan APBN 2025 dengan penyusunan KEM-PPKF, nanti ada RKP, nanti ada [pembahasan] di DPR. Jadi nanti kita ikuti saja prosesnya,” ujarnya.
Bappenas Targetkan Ekonomi Tumbuh 5,6% di 2025
Berdasarkan dokumen RKP 2025, Bappenas menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai sebesar 5,3%–5,6% pada 2025. Sementara tingkat inflasi dijaga stabil dalam rentang 1,5%-3,5% secara (yoy) dan nilai tukar rupiah dijaga pada rentang Rp 15.000-Rp 15.400 per dolar AS.
Bappenas menyampaikan, pertumbuhan ini didukung stabilitas ekonomi makro agar terus menguat dengan memastikan indikator makro fiskal dengan kinerja baik untuk menjamin keberlanjutan pembangunan dalam jangka menengah hingga panjang.
Postur APBN 2025 diarahkan mendorong produktivitas dengan memberikan ruang fiskal yang cukup besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, di mana defisit anggaran ditargetkan sebesar 2,45%-2,80% dari PDB dan belanja investasi di bawah garis sebesar 1% PDB.
"Dengan kebijakan tersebut, upaya perluasan sumber dan pengembangan inovasi pembiayaan diarahkan pada upaya penyediaan pembiayaan yang prudent dan kredibel untuk mendukung kebutuhan pembangunan, baik melalui pembiayaan utang dan non-utang," tulis Bappenas.
Untuk itu, pembiayaan utang diarahkan pada penerbitan surat berharga negara dan pinjaman dengan komposisi optimalisasi dari sisi mata uang, suku bunga, dan maturitas. Kemudian mendorong pemanfaatan SBN untuk pembiayaan kegiatan/proyek infrastruktur berkualitas.
Hal ini dibarengi pembiayaan non utang yang inovatif dan berkelanjutan diarahkan pada optimalisasi kemitraan pemerintah dan badan usaha, blended finance yang berkesinambungan untuk mendukung sumber daya manusia, dan infrastruktur berkualitas.
"Kemudian optimalisasi pembiayaan investasi yang memiliki efek ganda terhadap perekonomian dan kontributif terhadap peningkatan pendapatan negara," dalam dokumen Bappenas.
Selain itu, di tingkat pemerintah daerah akan ada perluasan sumber dan pengembangan inovasi pembiayaan yang diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemandirian fiskal daerah.
"Dengan memanfaatkan instrumen pinjaman daerah dan obligasi daerah untuk percepatan pembangunan infrastruktur," kata Bappenas.