Airlangga: Peluang RI Masuk Resesi Masih Kecil dan Terendah di Dunia
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kemungkinan Indonesia memasuki jurang resesi dalam waktu dekat sangat kecil karena ketahanan ekonomi Indonesia masih kuat.
Selain itu, kata Airlangga, dibandingkan dengan negara lain di dunia, kemungkinan Indonesia memasuki resesi sangat kecil yakni hanya 1,5% berdasarkan survei probabilitas. Sementara negara Jerman memiliki kemungkinan resesi hingga 60%, Italia 55%, dan negara uni eropa memiliki 40%.
“Berdasarkan berbagai survei probabilitas, resesi kita terendah dan salah satu terendah di dunia dibandingkan negara lain,” ujar Airlangga dalam acara Rakernas Percepatan dan Pra Evaluasi PSN di Jakarta, Selasa (14/5).
Survei Bloomberg Terkait Probabilitas Resesi per 13 Mei 2024:
Nama Negara | Probabilitas Resesi |
Jerman | 60% |
Italia | 55% |
Negara Uni Eropa (Eurozone) | 40% |
Inggris | 40% |
Afrika Selatan | 40% |
Australia | 32,5% |
Amerika Serikat | 30% |
Thailand | 30% |
Perancis | 22,5% |
Rusia | 17,5% |
Meksiko | 15% |
Korea Selatan | 15% |
Cina | 12,5% |
Brazil | 10% |
Arab Saudi | 10% |
Malaysia | 5,0% |
Indonesia | 1,5% |
Sementara dari sisi inflasi, Airlangga pun mengatakan Indonesia masih lebih baik dibandingkan Rusia sebesar 7,7%, Afrika Selatan 5,3%, India 4,9%, Brasil 3,7% Australia 3,6%. Sementara inflasi Indonesia hanya di 3%.
"Artinya dengan pertumbuhan 5,11%, salah satu tertinggi di ASEAN dan di antara negara-negara G20. Inflasi kita salah satu terendah yang di bawah kita hanya Korea Selatan dan Jerman," ujarnya.
Sedangkan berdasarkan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur, Indonesia masih relatif lebih tinggi sebesar 52,9% pada April 2024. Indonesia bahkan hanya berada di bawah India dan Brasil.
"Manufaktur PMI kita juga relatif tinggi di level 52,9, itu jauh di atas beberapa negara lain termasuk Amerika Serikat, Korea Selatan, Inggris dan juga di atas Jepang," ujarnya.
Seperti diketahui, PMI Manufaktur merupakan indikator ekonomi yang mencerminkan keyakinan para manajer bisnis di sektor manufaktur, sehingga berdampak terhadap pasar saham dan pasar forex.