Menag Yaqut Temui Sri Mulyani, Bahas Potensi Devisa Haji dan Umrah RI

Ringkasan
- Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertemu untuk membahas potensi devisa yang bisa diperoleh Indonesia dari jemaah haji dan umrah, dengan jumlah jemaah umrah mencapai 1,5 juta dan haji 241 ribu per tahun.
- Potensi devisa dari jemaah haji dan umrah diperkirakan mencapai Rp 200 triliun per tahun, berdasarkan asumsi pengeluaran Rp 10 juta per jemaah, mengindikasikan peluang besar untuk meningkatkan devisa negara.
- Kendala yang dihadapi adalah ketidakcocokan aturan investasi antara Indonesia dan Arab Saudi, dimana perlu penyesuaian aturan agar devisa bisa dibawa kembali ke Indonesia, terutama berkaitan dengan ketentuan investasi yang harus melibatkan perusahaan dan kepemilikan oleh warga Arab.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Jumat (17/5). Pertemuan tersebut untuk membahas potensi devisa jemaah haji dan umrah yang bisa dibawa pulang ke Indonesia.
Yaqut menjelaskan, saat ini jemaah umrah Indonesia yang berangkat ke Arab Saudi mencapai 1,5 juta dan haji sebanyak 241 ribu per tahun. Dengan banyaknya jumlah jemaah tersebut, dia berkonsultasi dengan Sri Mulyani agar devisa tersebut bisa dibawa ke Indonesia.
"Kita bisa hitung berapa devisa yang bisa kita dapatkan dari sana, tapi belum ada yang kembali ke Indonesia. Nah, tadi kita bicarakan dengan Bu Menkeu, bagaimana supaya ada uang yang kembali ke Indonesia," kata Yaqut saat ditemui di Kantor Kemenkeu Jakarta, Jumat (17/5)
Diperkirakan potensi devisa dari jemaah haji dan umrah Indonesia mencapai Rp 200 triliun per tahun. Hal ini berdasarkan asumsi pengeluaran masing-masing jemaah sebesar Rp 10 juta.
"Kalau dihitung sama umrah itu 1,5 juta [jemaah] setahun, jamaah haji itu 241 ribu, katakanlah total 2 juta. Kalau masing-masing menghabiskan Rp 10 juta, dihitung mencapai Rp 200 triliun setahun, potensi besar sekali. Kalau kita bisa bawa separuhnya saja lumayan," ujarnya.
Yaqut mengungkapkan, hingga saat ini belum adanya devisa yang masuk karena Indonesia perlu menyesuaikan aturan dari Arab Saudi. Karena ada aturan yang tidak cocok dan salah satunya terkait investasi.
"Memang aturannya enggak match dengan aturan kita, kita akan coba dan enggak boleh menyerah. [Nggak cocok] aturan masuk investasinya seperti apa, mereka kan susah, investasi harus dari perusahaan Arab, kepemilikan harus orang Arab, itu yang harus kita sesuaikan,” ujarnya.