Sri Mulyani Soroti Penurunan Bea Keluar Sawit dan Cukai Hasil Tembakau

Ferrika Lukmana Sari
28 Mei 2024, 04:55
Sri Mulyani
ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/Spt.
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap menyampaikan konferensi pers APBN KiTa edisi Mei 2024 di Jakarta, Senin (27/5/2024). Berdasarkan data Kementerian Keuangan APBN mengalami surplus Rp75,7 triliun atau 0,33 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Button AI Summarize

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti penerimaan kepabeanan dan cukai yang tumbuh melambat pada April 2024, terutama karena penurunan bea keluar produk kelapa sawit dan cukai hasil tembakau.

Dia menyampaikan penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp 95,7 triliun pada April 2024. Nilai itu hanya naik 1,3% dari realisasi tahun sebelumnya Rp 94,5 triliun. Terdiri atas penerimaan bea masuk sebesar Rp 15,7 triliun, bea keluar Rp 5,8 triliun, dan cukai Rp 74,2 triliun.

"Bea masuk sudah dikumpulkan Rp 15,7 triliun atau 27,4% dari pagu APBN. Ini mengalami penurunan tipis 0,5%," kata Sri Mulyani dikutip dari Antara, Selasa (28/5).

Kinerja bea masuk dipengaruhi oleh penurunan tarif efektif dari 1,47% menjadi 1,35% serta penurunan penerimaan dari komoditas utama, seperti kendaraan roda empat, suku cadang kendaraan, serta gas alam dan buatan.

Berbeda dengan bea masuk, penerimaan bea keluar justru naik signifikan sebesar 40,6% yoy pada April 22024. Kenaikan didorong bea keluar mineral yang tumbuh enam kali lipat dari tahun sebelumnya dan dampak implementasi kebijakan relaksasi mineral.

Namun terjadi penurunan bea keluar produk sawit sebesar 68,3% yoy akibat penurunan rata-rata harga minyak kelapa sawit (CPO) pada 2024 sebesar 11,16% yoy dari US$ 911 menjadi US$ 809. Volume ekspor produk sawit juga turun 11,36% yoy.

Untuk penerimaan cukai, terjadi perlambatan 0,5% yoy menjadi Rp 74,2 triliun karena turunnya cukai hasil tembakau. Nilai ini mencapai 30,2% dari pagu APBN.

Dia mengungkapkan bahwa penerimaan cukai tersebut turun dari tahun lalu, terutama pada produk hasil tembakau yang tumbuh tapi terjadi shifting atau pergeseran.

Akibatnya, kebijakan tarif efektif membuat golongan satu semakin mahal dan memberi dampak penurunan hasil produksi sebesar 3,0% yoy. Sementara hasil tembakau golongan 2 justru naik 14,2% yoy.

"Produksi hasil tembakau tumbuh, tapi tumbuhnya di golongan tarif rendah, yaitu golongan tiga. Golongan satu turun 3,0% yoy," kata Sri Mulyani.

Meski demikian, dia memastikan Bea Cukai secara konsisten tetap melakukan pengawasan dan penindakan rokok ilegal dengan jumlah lebih dari 4.000 penindakan. "Jumlah barang hasil penindakan mencapai 220 juta barang dengan perkiraan nilai Rp 311,3 miliar," kata Sri Mulyani.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...