Parlemen Usulkan Strategi Antisipasi Nilai Tukar Rupiah Tidak Melemah
Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Said Abdullah mengatakan perlu penguatan sinergi antara para pemangku kepentingan untuk menjaga nilai tukar rupiah agar tidak makin melemah. Menurut Said dalam beberapa waktu ke depan hampir dipastikan The Fed masih akan bertahan di suku bunga tinggi.
“ketidakmenentuan geopolitik akan mendorong kebijakan restriktif masing-masing negara. Oleh sebab itu, segenap kekuatan bangsa harus bersama-sama mengikatkan tali gotong royong,” kata Said seperti dikutip Selasa (18/6).
Salah satu hal utama yang disorot oleh Said adalah komunikasi publik pemerintah yang diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan rakyat. Dia berharap Pemerintah dapat menyampaikan keadaan seobjektif mungkin agar rakyat bisa mempersiapkan upaya antisipasi sedini mungkin.
Di samping itu, dia juga merekomendasikan sejumlah upaya lainnya. Pemerintah kata Said perlu memastikan tata kelola devisa terutama hasil ekspor sumber daya alam dapat berjalan optimal untuk memperkuat cadangan devisa.
Pemerintah menurut dia bisa memberikan kebijakan insentif dan sanksi yang sepadan untuk menopang tata kelola devisa nasional. Selanjutnya perlu melakukan reformasi pada sektor keuangan agar lebih inklusif dan mendorong aliran modal asing semakin tumbuh.
“Sebab, aliran masuk investasi portofolio kembali positif pada triwulan II 2024 (sampai dengan 30 Mei 2024) secara neto tercatat sebesar 3,3 miliar dolar AS. Artinya peluang ini perlu terus dijaga oleh Pemerintah dan Bank Indonesia (BI),” ujar Said lagi. .
Hal lain yang menurut Said perlu ditingkatkan adalah pengetatan kebijakan impor, terutama pada sektor yang makin menggerus devisa. Dia menilai importasi hendaknya difokuskan sebagai kebijakan jangka pendek untuk menambal defisit pangan dan energi yang terus berlanjut.
Upaya lain yang tidak kalah penting adalah memastikan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi instrumen yang menarik bagi investor asing, dengan imbal hasil (yield) yang moderat agar tidak menjadi beban bunga. Pemerintah juga perlu memastikan stand by buyer untuk SBN, sebab SBN telah menjelma menjadi sumber pembiayaan penting bagi kelangsungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Said mengatakan pemerintah perlu memperluas dan makin kreatif untuk menopang kebutuhan pembiayaan di tengah likuiditas nasional dan global yang makin ketat dan terbatas. “Libatkan berbagai organisasi masyarakat dan asosiasi pengusaha yang menghimpun likuiditas besar ikut berpartisipasi dengan saling menguntungkan,” kata dia pula.
Selain itu BI perlu memastikan kebijakan yang bertujuan mengurangi ketergantungan negara terhadap dolar AS dapat terlihat hasilnya. Hal terakhir yang menurut Said tidak kalah penting, pemerintah dan Bank Indonesia perlu antisipasi kebutuhan likuiditas valas terhadap kebutuhan pembayaran utang pemerintah, BUMN, dan swasta dengan meningkatkan kebijakan hedging, sehingga tidak makin membebani sektor keuangan.
Sebelumnya sejumlah analis memperkirakan rupiah berpotensi sentuh Rp 16.500 per dolar Amerika Serikat (AS) jika kondisi fiskal dan neraca perdagangan Indonesia mencatatkan defisit. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sentuh Rp 16.412 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (14/6). Nilai rupiah melemah cukup tajam hingga 142.00 atau 0,87%.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana melihat peluang pelemahan rupiah sentuh Rp 16.500 per dolar AS jika rilis neraca perdagangan pada 19 Juni 2024 mendatang mencatatkan defisit. Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 3,56 miliar pada April 2024. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai itu turun secara bulanan sebesar 5,17%.