Rupiah Melemah Rp 16.465 per Dolar AS Usai BI Tahan Suku Bunga
Nilai tukar rupiah diperkirakan masih melajutkan pelemahan karena pelaku pasar masih menanti kepastian arah suku bunga Bank Sentral AS, The Fed. Selain itu, mereka juga mengantisipasi dampak geopolitik global.
Berdasarkan data Google Finance, nilai tukar rupiah sudah menyentuh Rp 16.480 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat pagi. Nilai itu cenderung melemah 0,15% atau 24.65.
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra melihat potensi pelemahan rupiah ke arah Rp 16.500 per dolar AS pada hari. Dengan posisi support di Rp 16.380 per dolar AS.
"Potensi pelemahan rupiah masih terbuka karena melihat indeks dolar AS yang masih bergerak naik pagi ini di kisaran 105.60," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Jumat (21/6).
Diperkirakan arah kebijakan suku bunga The Fed masih jadi sentimen terbesar terhadap pergerakan rupiah hari ini. Sebab, bank sentral AS tidak mau terburu-buru menaikkan suku bunga acuan.
Tak berbeda dengan The Fed, Bank Indonesia (BI) juga bersikap sama dengan mempertahankan suku bunga 6,25% pada Kamis kemarin (20/6). Tapi BI bisa memakai instrumen lain untuk menarik dolar AS masuk Indonesia seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Analis Mata Uang Lukman Leong juga melihat peluang pelemahan rupiah pada rentang Rp 16.400 - Rp 16.550 per dolar AS karena pernyataan hawkish, yang mengisyarakan pengetatan kebijakan moneter.
"Hal ini seiring dengan pernyataan hawkis dari pejabat The Fed Minneapolis Kashkari yang mengatakan bahwa AS butuh waktu lama sampai dua tahun agar inflasi kembali ke target 2%," ujarnya.
Suku Bunga Bank Sentral Inggris.
Berbeda dengan yang lain, Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana justru menyoroti pelemahan rupiah karena kemungkinan penurunan suku bunga Bank of England (BOE) yang mendorong penurunan poundstering.
Dengan kondisi tersebut, indeks dolar AS akan menguat dan membuat rupiah makin melemah. "Kemungkinan pelemahan rupiah kembali ke level Rp 16.400 - Rp 16.250 per dolar AS," kata Fikri.
Dia pun khawatir terhadap kondisi rupiah saat ini yang sudah menyentuh angka Rp 16.400 an per dolar AS. Karena banyak sektor manufaktur yang mengandalkan bahan baku dan penolong dari luar.
Sehingga kekhawatiran depresiasi rupiah bisa berdampak pada penurunan keunggulan kompetitif terhadap barang ekspor di sektor manufaktur. Disamping khawatiran terhadap inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation). "Khususnya dari barang-barang impor konsumsi," kata dia.