Belanja Negara Naik, APBN Defisit Rp 77,3 Triliun di Semester I 2024
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit Rp 77,3 triliun, atau 0,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada semester I 2024. Defisit anggaran ini disebabkan oleh penurunan penerimaan negara dan peningkatan belanja pemerintah.
"Total postur dari APBN 2024 semester I adalah defisit Rp 77,3 triliun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Banggar dengan DPR di Jakarta, Senin (8/7).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa postur APBN semester I 2023 masih surplus Rp 152,3 triliun. Sementara pada semester I tahun ini, APBN sudah mengalami defisit Rp 77,3 triliun.
Meskipun begitu, Sri Mulyani menuturkan bahwa postur APBN secara keseluruhan masih dalam kisaran. "Desain APBN 2024 adalah defisit mencapai Rp 522,8 triliun, maka realisasi defisit Rp 77,3 triliun masih di dalam range yang ada di dalam APBN kita," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan, postur APBN semester I 2024 ini baru mencatatkan defisit 0,34%. Sementara desain defisit APBN 2024 sebesar 2,29% dari PDB atau sebesar Rp 522,8 triliun.
Jika dilihat dari sisi pendapatan, realisasi APBN mencapai Rp 1.320,7 triliun, atau terkontraksi 6,2% secara tahunan (yoy). Realisasi tersebut mencapai 47,1% dari total target pada tahun ini.
"Pendapatan negara semester I ini dibandingkan semester I tahun lalu sebesar Rp 1.407,9 triliun. Itu berarti mencapai penurunan 6,2%," ucap Sri Mulyani.
Salah satu komponen yang menyumbang penurunan pendapatan adalah penerimaan pajak. Penerimaan perpajakan tercatat hanya sebesar Rp 1.028 triliun, turun 7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penurunan Pendapatan Negara
Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batu bara dan minyak sawit mentah (CPO), yang memengaruhi kondisi profitabilitas sektor korporasi sehingga berdampak pada penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan yang terkontraksi 35,5% yoy.
Penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri (DN) juga turun 11% yoy. Namun, secara bruto tanpa memperhitungkan restitusi, PPN DN masih tumbuh positif 9,2% yoy, seiring dengan masih kuatnya aktivitas ekonomi domestik yang tercermin pada pertumbuhan ekonomi kuartal I 2024 sebesar 5,11%.
Sementara pendapatan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp 288,4 triliun atau turun 4,5% yoy. Penurunan PNBP terutama disebabkan turunnya penerimaan sumber daya alam (SDA) karena melemahnya harga komoditas dan kurang optimalnya lifting gas.
Belanja Pemerintah Melonjak
Penerimaan dari kekayaan negara yang dipisahkan tumbuh positif 41,8% seiring dengan membaiknya kinerja badan usaha milik negara (BUMN). Berbeda dengan kinerja pendapatan negara yang melandai, belanja negara tercatat meningkat 11,3% yoy mencapai Rp1.398 triliun.
“Peningkatan belanja negara tersebut terutama terkait peran APBN sebagai shock absorber untuk antisipasi gejolak global, melindungi daya beli masyarakat, serta tetap mendukung berbagai prioritas agenda pembangunan nasional,” ujar Sri Mulyani.
Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) mencapai Rp 997,9 triliun atau tumbuh 11,9% yoy, yang juga mencakup belanja yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat senilai Rp 762,1 triliun atau 76,4 persen BPP.
Di samping itu, penyelenggaraan pemilu, kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN), pemberian tunjangan hari raya (THR) dengan tunjangan kinerja (tukin) 100% juga turut berperan meningkatkan belanja negara.
Begitu juga program bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pada semester I 2024. Sejumlah pos belanja itu turut terkerek karena pelemahan rupiah, terutama terkait belanja subsidi dan kompensasi energi.