Surplus Neraca Perdagangan RI Susut Jadi US$ 2,39 Miliar di Juni 2024
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 2,39 miliar pada Juni 2024. Nilai ini turun US$ 0,54 miliar jika dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 2,92 miliar.
Tak hanya secara bulanan, surplus neraca perdagangan bahkan turun 30,72% secara tahunan (yoy). Pada Juni 2023, Indonesia masih bisa mengantongi surplus neraca perdagangan hingga US$ 3,45 miliar.
Walau begitu, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut realisasi itu menunjukkan surplus selama 50 bulan berturut-turut atau sejak Mei 2020.
"Surplus tersebut ditopang oleh komoditas nonmigas yaitu sebesar US$ 4,403 miliar," kata Amalia dalam konferensi pers BPS di Jakarta, Senin (15/7).
Surplus neraca perdagangan terjadi karena nilai ekspor lebih besar daripada impor. Nilai ekspor Indonesia pada Juni 2024 mencapai US$ 20,84 miliar atau turun 6,65% jika dibandingkan Mei 2024.
Sementara itu, nilai impor Indonesia Juni 2024 mencapai US$ 18,45 miliar. Angka tersebut turun 4,89% jika dibandingkan Mei 2024, namun naik 7,58% jika dibandingkan Juni 2023.
Sektor Manufaktur Pengaruhi Ekspor
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata memperkirakan neraca perdagangan pada Juni 2024 mencatat surplus US$ 4,05 miliar dari bulan sebelumnya sebesar US$ 2,93 miliar.
"Peningkatan surplus perdagangan terutama didorong oleh laju bulanan impor yang terkontraksi lebih dalam dibandingkan kontraksi laju bulanan ekspor," kata Josua.
Berdasarkan laju bulanan, Josua memperkirakan ekspor dan impor akan terkontraksi akibat penurunan aktivitas manufaktur baik secara global maupun domestik. Kontraksi ekspor tersebut dipengaruhi oleh pelemahan aktivitas manufaktur global.
Kinerja impor juga akan mengalami kontraksi 8,53% secara bulanan. Hal ini disebabkan melemahnya aktivitas manufaktur domestik, tercermin dari PMI manufaktur Indonesia yang mengalami turun signifikan menjadi 50,7 pada Juni 2024.
"Pelemahan aktivitas manufaktur Juni 2024 terutama disebabkan oleh tren depresiasi rupiah yang menyebabkan sektor riil membatasi kegiatan impor," ucap Josua.