BI Berpeluang Pangkas Suku Bunga Jika Inflasi Turun dan Rupiah Menguat
Bank Indonesia (BI) masih berpeluang menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate pada tahun ini. Dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, laju inflasi, nilai tukar rupiah hingga arah suku bunga Bank Sentral AS atau Thed.
Apalagi, bank sentral telah menaikkan suku bunga menjadi 6,25% pada April 2024. Sehingga hasil rapat dewan gubernur (RDG) besok, akan menentukan apakah BI akan kembali menahan suku bunga, menaikkan atau bahkan menurunkannya.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai BI akan mempertimbangkan kebijakan monoter yang bisa memberikan dampak terhadap pencapaian target pertumbuhan ekonomi pada tahun ini.
"Jika BI melakukan penyesuaian suku bunga ke atas, maka ini akan meningkatkan ongkos investasi ataupun pembiayaan dalam negeri. Ini bisa berpotensi mengerem laju pertumbuhan ekonomi sepanjang 2024," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (16/7).
Yusuf menuturkan, kebijakan suku bunga BI dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satu fokus utama dalam pengambilan keputusan untuk suku bunga adalah tingkat inflasi dan juga ekspektasi inflasi ke depan.
Yusuf menyebut level inflasi saat ini masih berada pada kisaran yang disasar pemerintah. Namun masih ada kekhawatiran terhadap pelemahan nilai tukar rupiah berdampak pada perubahan harga.
"Ini akan berdampak terhadap perubahan harga yang akan ditanggung oleh pelaku usaha ataupun di dalam negeri," kata Yusuf.
Dengan kondisi ini, pelaku industri akan memangkas margin keuntungan atau menyesuaikan harga ke level yang lebih tinggi. Jika penyesuaian harga dilakukan, maka akan berdampak terhadap kenaikan laju inflasi.
Menurut Yusuf, hal ini dihindari oleh BI dengan melakukan mitigasi. Pada saat bersamaan, kebijakan suku bunga negara-negara maju seperti The Fed juga belum menunjukkan perubahan yang signifikan terutama pada bulan ini dan beberapa bulan ke depan.
"Dengan mempertimbangkan beberapa hal ini, menurut saya Bank Indonesia pada Juli 2024 masih akan mempertahankan suku bunga acuan pada level yang sama," kata Yusuf.
Arah Suku Bunga The Fed
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan arah suku bunga BI akan sangat bergantung pada perkembangan kondisi ekonomi dan politik global. Khususnya kondisi ekonomi di Amerika Serikat.
"Meskipun pasar saat ini mengantisipasi dua kali penurunan suku bunga Thed pada tahun ini mulai dari September 2024, kami tetap berpandangan bahwa The Fed hanya akan menurunkan suku bunga satu kali pada kuartal IV 2024," ujar Josua.
Josua berpandangan, The Fed juga akan mempertimbangkan aspek-aspek yang lebih luas dari ekonomi AS. Termasuk juga implikasi dari dinamika politik domestik di tengah pemilihan umum pada tahun ini.
Dengan kondisi tersebut, peluang penurunan BI Rate akan muncul ketika The Fed memulai penurunan suku bunga. "Oleh karena itu, kami mengantisipasi BI akan mempertahankan BI Rate pada 6,25% hingga akhir 2024 dan ruang penurunan suku bunga diperkirakan akan lebih terbuka pada kuartal I 2025," kata Josua.
Fokus Jaga Stabilitas Rupiah
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan terdapat celah untuk menurunkan suku bunga pada tahun ini. Hal tersebut dapat dilakukan dengan sejumlah pertimbangan.
"Kalau nilai tukar stabil, kami mungkin ada penurunan suku bunga pada kuartal IV 2024," kata Perry dalam rapat kerja Bersama Banggar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Senin (8/7).
Perry menegaskan, saat ini fokus BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang terus menguat. Untuk itu, saat ini BI masih menahan suku bunga pada level 6,5%.
Secara year to date, BI mencatat rupiah melemah 5,9%. Meskipun demikian, Perry menegaskan level tersebut masih lebih rendah dari Meksiko, Thailand, Korea, Brasil, dan Jepang yang melemah 3,3% secara year to date.