Perjalanan Pajak RI, dari Rp 13,8 Triliun Naik Jadi Rp 1.869 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan perjalanan penerimaan pajak di Indonesia, yang mulanya hanya Rp 13,87 triliun pada tahun 1983 menjadi Rp 1.869 triliun pada 2023.
Dia menuturkan bahwa suatu negara dan peradaban membutuhkan instrumen pajak dan para pendiri bangsa yang memahami ilmu pajak. Hal ini bertujuan untuk mencapai kesejahteraan yang berkeadilan.
"Pasal 23A Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang," tulis Sri Mulyani melalui akun instagramnya, Selasa (16/7).
Dia menjelaskan, perjalanan reformasi pajak berjalan bersama dengan perkembangan ekonomi Indonesia. Lini reformasi perpajakan dimulai sejak diberlakukannya sistem self assessment dalam Peraturan Perpajakan Indonesia pada awal 1980.
Pada tahun 1983, penerimaan pajak Indonesia hanya sebesar Rp 13,87 triliun. "Sehingga dibutuhkan hampir 15 tahun untuk meningkatkan penerimaan pajak sebesar Rp 100 triliun dan pada 1998 penerimaan pajak mencapai Rp 143,63 triliun," kata Sri Mulyani.
Krisis Keuangan 1998 dan IMF
Bahkan, krisis keuangan dan ekonomi yang dahsyat pada 1998-1999 telah membuat Indonesia masuk dalam program Dana Moneter Internasional (IMF). Kemudian pada 2002, dibentuk large tax payer office (LTO) dan penerimaan pajak meningkat menjadi Rp 249,4 triliun.
Selanjutnya, pada 2004 ditandai dengan reformasi perpajakan jilid II dan pertama kali penerimaan pajak di atas Rp 300 triliun. Bahkan, pada 2007, penerimaan pajak menembus Rp 571,7 triliun dengan diberlakukan sunset policy.
"Tahun 2008-2009, dunia dihantam krisis keuangan global dengan dimulainya dari sub-prime mortgage crisis. Ekonomi Indonesia dan penerimaan pajak tetap terjaga," ujar Sri Mulyani.
Pada 2014 mulai diberlakukan e-filling, sehingga penerimaan pajak naik menjadi Rp 1.060 triliun. Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan tax amnesty pada 2016 serta peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan penetapan pajak final sebesar 0,5% untuk UMKM.
Selanjutnya pada 2017, mulai berlaku pertukaran informasi otomatis secara global. Tidak lama setelah itu, pada 2020 terjadi pandemi Covid-19 yang membuat penerimaan pajak anjlok dari Rp 1.332 triliun menjadi Rp 1.072 triliun atau turun Rp 260 triliun.
Untungnya, penerimaan pajak kembali pulih mencapai Rp 1.716 triliun pada 2022 dan bisa mencapai Rp 1.869 triliun pada 2023. Hal ini berkat pelaksanaan UU HPP dan core tax yang merupakan reformasi selanjutnya.
"Membangun institusi pajak yang bersih, kompeten, modern, dan profesional harus terus dilakukan, untuk Indonesia mampu mencapai cita-citanya," ucap Sri Mulyani.